INTELEGENSIA
“PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM”
Dr. Hj. Binti
Maunah, M. Pd. I. dan
PROGRAM PASCA SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) TULUNGAGUNG
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan hanya kepada Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyusun makalah ini yang berjudul “ INTELEGENSIA”
Kami ingin mengucapkan terima kasih pada beberapa pihak yang telah berjasa
dalam penyusunan makalah ini.
Pertama , kepada Ketua Stain Tulungagung, dan terima kasih kepada Dosen Pengampu : Dr.
Hj. Binti Maunah, M. Pd. I. dan Dr. Sulistyorini, M. Ag selaku dosen pembimbing mata Kuliah psikologi
pendidikan Islam , kedua kepada pihak – pihak lain yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan
kekhilafan, karena itu, demi perbaikan makalah ini , segala kritik , saran ,
tegur dan masukan yang membangun akan senantiasa kami terima dengan lapang
hati. Semoga makalah ini bermanfaat , khususnya bagi para mahasiswa.
Tulunagung 22,Oktober 2012
Penulis
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………….III
A.
LATAR BELAKANG
B. Sedang Ciri-ciri
Perbuatan Intelegensi
C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
D.
Intelegensi dan IQ
E. Intelegensi dalam Pendidikan Islam
F.
Pengukuran Intelegensi Umum
G.
Intelegensi Jenis Lain
KESIMPULAN.
DAFTAR
PUSTAKA
BAB. I
PENDAHULUAN
B.
LATAR BELAKANG
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah intelegensi merupakan salah
satu masalah pokok, karena
tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak dikupas orang, baik
secara khusus maupun secara sambil lalu dalam pertautan dengan pengupasan yang
lain. Tentang peranan intelegensi itu dalam proses pendidikan ada yang
menganggap demikian pentingnya sehingga dipandang menentukan dalam hal
berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal belajar, sedang pada sisi lain ada
juga yang menganggap bahwa intelegensi tidak lebih mempengaruhi soal
tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa intelegensi merupakan
salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar
seseorang, lebih-lebih pada waktu anak masih muda. Tes intelegensi
dianggap sebagai sesuatu yang serba dapat menentukan ,sebagai suatu yang “allmighty’’. Tes intelegensi dapat
dipakai sebagai dasar yang kuat dalam menentukan berbagai hal mengenai
kemampuan manusia, terlebih lagi dalam lapangan pendidikan penggunaan tes
intelegensi itu lebih luas lagi.[1]
B. BATASAN MASALAH
Membahas
pengertian dan karakteristik intelegensi, membahas tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi, dan membahas tentang intelegensi dalam
pendidikan islam.
C. RUMUSAN
MASALAH
Apa itu pengertian intelegensi ?
Apa saja karakteristi intelegensi
/kecerdasan itu ?
Bagaimana Intelejgensi dalam islam ?
D. Tujuan
Menjelaskan
pengertian intelegensi.
Menjelaskan
karakteristik intelegensi
Menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
BAB II
PEMBAHASAN
INTELEGENSI
A. Definisi dan Ciri-ciri
Intelegensi
Intelegensi berasal dari bahasa
Inggris Intelligence. Intelligence sendiri adalah terjemahan dari bahasa Latin intellectus
dan intelligentiae. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan
oleh Spearman dan Wynn Jones Pol tahun 1951 Spearman dan Wynn mengemukakan
adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi
akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa
Yunani disebut “Nous†sedangkan penggunaan kekuatan disebut “Noesisâ€.
Secara bahasa Integensi dapat
diartikan dengan kecerdasan, pemahaman, kecepatan, kesempurnaan sesuatu atau
kemampuan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indoneseia (KBBI) intelegensi
adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan
alat-alat berpikir menurut tujuan dan kecerdasannya.
Claparde dan Stern mengatakan bahwa
intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap
situasi atau kondisi baru.
David Wechster (1986). Definisinya
mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas untuk mengerti ungkapan dan
kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya. Namun di lain
kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak
secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara
efektif .[2]
Dari batasan yang dikemukakan di
atas, dapat kita ketahui bahwa:
a. Intelegensi itu ialah faktor
total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi,
penasaran, perhatian, minat dan sebagainya juga mempengaruhi intelegensi
seseorang).
b. Kita hanya dapat mengetahui
intelegensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang tampak. Intelegensi hanya
dapat kita ketahui dengan cara tidak langsung melalui “kelakuan
intelegensinya”.
c. Bagi suatu perbuatan intelegensi
bukan hanya kemapuan yang dibawa sejak lahir saja, yang penting faktor-faktor
lingkungan dan pendidikan pun memegang peranan.
d. Bahwa manusia itu dalam
kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru, dapat
memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuan itu.
Ciri-ciri intelegensi yaitu :
1. Intelegensi merupakan suatu
kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional (intelegensi
dapat diamati secara langsung).
2. Intelegensi tercermin dari tindakan yang terarah pada
penyesuaian diri terhadap l ingkungan
dan pemecahan masalah yang timbul daripadany[3]
B. Sedang Ciri-ciri Perbuatan Intelegensi
Suatu perbuatan dapat dianggap intelegen bila memenuhi
beberapa syarat, antara lain:
- Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya merupakan masalah yang baru bagi yang bersangkutan.
- Perbuatan intelegen sifatnya serasi tujuan dan ekonomis.
- Masalah yang dihadapi harus mengandung suatu tingkat kesulitan bagi yang bersangkutan.
- Keterangan pemecahan masalahnya harus dapat diterima oleh masyarakat.
- Perbuatan intelegen bercirikan kecepatan, cepat tanggap dan tangkas.
- Membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang dihadapi.
Contoh
perbuatan yang menyangkut intelejensi: jika seseorang mengamati taman bunga,
ini adalah persepsi. Tetapi kalau ia mengamati bunga-bunga yang sejenis atau
mulai menghitung, menganalisa, membandingkan dari berbagai macam bunga yang ada
dalam taman tersebut, maka perbuatannya sudah merupakan perbuatan yang
berintelegensi.
C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi [4]
a. Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu
yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ
mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90
) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi
dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 - + 0,20 ).
b. Pengaruh faktor lingkungan [5]
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang
dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi
dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah
satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan
yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang
amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain
(khususnya pada masa-masa peka).
c. Stabilitas intelegensi dan IQ [6]
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep
umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes
intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari
intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan organik otak.
d. Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang
jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
e. Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi.
f. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat
dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar.
g. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode
yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain.
Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat hanya
berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor
total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi
seseorang.
D. Intelegensi
dan IQ [7]
IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes
kecerdasan IQ (Intelegence Quotient) hanya memberikan sedikit indikasi mengenai
taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara
keseluruhan.[8]
Atau dengan kata lain, IQ menunjukkan ukuran atau taraf kemampuan intelegensi/kecerdasan seseorang
yang ditentukan berdasarkan hasil test intelegensi. Sehingga istilah
intelegensi tidak dapat disamakan artinya dengan IQ.[9]
Skor IQ mula-mula diperhitungkan
dengan membandingkan umur mental (Mental Age atau MA) dengan umur kronolog
(Chronological Age atau CA), skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai
dasar penghitungan IQ.
MA
IQ = x 100
CA
Namun kemudian timbul permasalahan
karena MA akan mengalami stograsi dan penurunan pada waktu itu, tetapi CA terus
bertambah. Masalah ini kemudian diatasi dengan membandingkan skor seseorang
dengan skor orang lain dalam kelompok umur yang sama. Cara ini disebut
“perhitungan IQ berdasarkan norma dalam kelompok (Within Group Normal) dan
hasilnya adalah IQ penyimpangan atau deviation IQ.
E. Intelegensi dalam Pendidikan Islam
Dalam sebuah istilah dalam islam muncul kata “NUUR-ALLAH ini
berlapis-lapis sebagaimana yang difirmankan Allah: “NUURUN ’ala NUURIN”.
( QS.24 : 35 ). Allah mengumpamakan Nur itu bagai “lampu-dalam semprong”. NUUR yang berlapis-lapis ini memancar kerena
semprong kaca yang terlihat bercahaya padahal yang bercahaya itu adalah api
yang marak dalam semprong-kaca. Cahaya NUUR Allah ini meliputi seluruh alam
sehingga menjadi sebab adanya alam. yang berisi kecerdasan, akal-pertama
kata Al-Farabi, yang Aristoteles mengenalnya dengan sebutan Actus-Purus/The
First-intelect, yang dalam istilah lain disebut :
“Intelegensi-Universal”:
Rasullullah bersabda:
“Awal pertama diciptakan Allah adalah “aqal” ( intelegensi) lalu Allah
berfirman:”Menghadaplah kepada-Ku!” maka akal itupun menghadap. Allah berfirman
lagi: “Putarlah badanmu!”, maka akal itupun berputar, lalu Allah berfirman:
“Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tidak
ada Aku jadikan makhluk yang lebih mulia dari padamu. Dengan engkau
Ku-ambil pertanggungjawaban, dengan engkau pula Ku-berikan ia (kemampuan
berpikir ), dengan engkau Ku-berikan pahala, dengan engkau ku-jatuhkan hukuman”[10]
Dalam Al Qur’an surat as-Sajdah ayat 9, bahwa manusia terlahir
dengan dibekali kecerdasan.
ثُمَّسَوَّاهُوَنَفَخَفِيهِ
مِنرُّوحِهِوَجَعَلَلَكُمُالسَّمْعَوَالْأَبْصَارَوَالْأَفْئِدَةَقَلِيلًامَّا
تَشْكُرُونَ
|
Artinya :
“Kemudian Dia memberinya bentuk (dengan perbandingan ukuran yang baik) dan
meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”(QS.
As-Sajdah (32) : 9)[11]
Dalam pendidikan islam dikelompokkan menjadi empat golongan,
yaitu :
- kecerdasan intelektual. 2 kecerdasan emosional
- kecerdasan spiritual. 3. Kecerdasan Qalbiyah.
1. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah
kecerdasan yang berhubungan dengan pengambangan tingkat kemampuan dan
kecerdasan otak, logika atau IQ. Ramayulis dalam bukunya menyatakan, kecerdasan
intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani,
dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain.[12]
Berdasarkan hadis ini, dapat
disimpulkan bahwa intelektualitas manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga
golongan, seperti tanah subur, tanah gersang atau tanah tandus.
Rasulullah SAW menunjukkan secara jelas tentang perbedaan
antar manusia dalam tingkat kecerdasan atau intelektualitas dalam hadisnya :
نَحْنُ مَعَا شِرَ اْلأَمْبِيَاءِ أَمَرْ نَا
أَنْ نُنَزَّلَ النَّاسَ مَنَا زِلَهُمْ, وَنُكَلِّمُهُمْ عَلَى قَدْ رِعُقُوْ
لِهِمْ
“Kami
para Nabi diperintahkan untuk mengunjungi rumah orang dan mengajari mereka
sesuai dengan kemampuan akalnya.”[13]
Kecerdasan intelektual pada diri
manusia sangat erat kaitannya dengan proses berfikir atau kecerdasan fikiran
yang disebut dengan aspek kognitif. Dalam aspek ini manusia dipaksa untuk dapat
mempertimbangkan sesuatu, memecahkan atau memutuskan sesuatu masalah dengan
menggunakan fikiran yang logis (logika). Secara umum kecerdasan intelektual
dapat digolongkan sebagai berikut :
Tingkat Inteltual, Super normal, Normal dan sedikit dibawah normal
- Sub Normal Normal atau subnormal, IQ 90 – 110
- Berdorline, IQ 70 – 90
- Debil, IQ 50 – 70
- Insibil, IQ 25 – 50
- Idiot, IQ 20 – 25”
- Genius, IQ diatas 140
- Gifted, IQ 130 – 140
Superior,
IQ 110 – 130
Menurut pengantar pendidikan anak
luar biasa yang disusun oleh Sam Isbani, mengatakan bahwa tingkat intelegensi
peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
berkelainan
sosial
- anak nakal/ delinquen
- anak yang menyendiri, menjauhkan diri dari masyarakat
berkelainan
jasmani
- anak timpang
- anak berkelainan penglihatan
- anak berkelainan pendengaran
- anak berkelainan bicara
- anak kerdil
berkelainan
mental
- tingkat kecerdasan rendah
- tingkat kecerdasan tinggi.[14]
2. Kecerdasan Emosional
Menurut Daniel Gomelen, kecerdasan
Emosional adalah kemampuan untuk memotovasi diri sendiri, bertahan menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan,
mengatur suasana hati, menjaga akan beban stres tidak melumpuhkan kemampuan
berfikir, berempati dan berdo’a.[15]
Secara umum kecerdasan emosional dan
kecerdasan intelektual saling berkaitan satu sama lain. Jika kecerdasan
intelektual yang dihasilkan otak kiri digunakan untuk berfikir atau memecahkan
suatu masalah, maka kecerdasan emosional yang dihasilkan oleh otak kanan
digunakan untuk memberikan motivasi, mendorong kemauan dan mengendalikan
dorongan hati. Sehingga dengan adanya kecerdasan dalam diri peserta didik,
peserta didik akan mampu memotivasi dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu hal
yang bersifat positif, bahkan diharapakan dengan adanya kecerdasan ini seorang
peserta didik mampu untuk menghilangkan rasa malas yang timbul pada dirinya.
Ari Ginanjar mengemukakan
aspek-aspek yang berhubungan dengan kecerdasan emosional, sebagai berikut :
- Konsistensi (istiqamah)
- Kerendahan hati (tawadhu’)
- Berusaha dan berserah diri (tawakkal)
- Ketulusan (ikhlas), totalitas (kaffah)
- Keseimbangan (tawazun)
- Integritas dan penyempurnaan (ihsan)
Didalam islam hal tersebut disebut
dengan akhlaq al karimah.[16]
Akhlaq Al Karimah ini mampu mengendalikan seseorang dari keinginan-keinginan,
yang bersifat negatif, dan sebaliknya mengarahkan seseorang untuk melakukan
hal-hal yang posistif.
Solovery menerangkan tentang ciri-ciri kecerdasan emosional sebagai berikut :
- respon yang cepat namun ceroboh
- mendahulukan perasaan daripada fikiran
- realitas simbolik yang seperti anak-anak
- masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang
- realitas yang ditentukan oleh keadaan. [17]
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan emosional yang bekerja secara acak tanpa pemikiran
yang logis. Apabila tidak didampingi oleh pemikiran yang bersifat logis
(Kecerdasan Intelektual) dikhawatirkan malah akan mendorong peserta didik untuk
melakukan hal-hal yang negatif atau melakukan sesuatu yang monoton (tidak
berkembang).
Jalaludin Rahmat, dalam bukunya yang berjudul Kecerdasan Emosional prespektif,
mengemukakan bahwa untuk mendapatkan kecerdasan emosional yang tinggi harus
melakukan hal-hal sebagai berikut :
- musyarathah, berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan perbuatan baik dan membuang perbuatan buruk
- muraqobah, memonitor reaksi dan perilaku sehari-hari
- muhasabah, melakukan perhitungan baik dan buruk yang pernah dilakukan
- mu’atabah dan mu’aqabah, mengecam keburukan yang dikerjakan dan menghukum diri sendiri.[18]
3. Kecerdasan Spiritual
Secara etimologi spritual berarti
yang berkehidupan atau sifat hidup. Kecerdasan spiritula pada diri manusia
berorientasi pada dua hal, yakni berorientasi kepada hal yang bersifat duniawi
dan agama.
Ketika seseorang mengorirntasikan
kecerdasan spiritual kedalam sesuatu yang bersifat duniawai, maka yang hadir
dalam dirinya adalah bagaimana ia dapat memaknai hidup dan mengelola
nilai-nilai kehidupan. Bukan untuk menentukan atau memilih keyakinan dan
kepercayaan akan suatu agama.
Disisi keagamaan, Ari Ginanjar
menyatakan bahwa inti dari kecerdasan spiritual adalah pemahaman tentang
kehadiran manusia itu sendiri yang muaranya menjadi ma’rifat kepada Allah SWT.
Ketika manusia mendapatkan ma’rifat tersebut, maka manusia secara langsung akan
dapat mengenali dirinya sendiri sekaligus mengenal tuhannya. Dalam prespeksi
islam hal ini merupakan tingkat kecerdasan yang paling tinggi.
Kecerdasan spiritual memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Bersikap asertif, memiliki keyakinan yang tinggi dan pemahaman yang sempurna tentang ke-Esaan Tuhan, sehingga seorang tersebut tidak akan takut akan makhluk.
- Berusaha mengadakan inovasi, selalu berusaha mencari hal baru untuk kemajuan hidup dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu yang telah ada.
- Berfikit lateral, berfikir akan adanya sesuatu yang lebih tinggi dari semua keunggulan manusia. Hal ini ditandai dengan adanya perenungan dan pemikiran akan adanya sifat maha yang dimiliki oleh sang pencipta alam sehingga membuat manusia tersentuh perasaan dan mampu menanamkan sikap tunduk dan patuh yang mebuat hati bergetar ketika dapat merasakan sifat kemahaan tersebut.
Dalam islam kecerdasan spiritual
dapat dikembangkan dengan peningkatan iman yang merupakan sumber ketenangan
batin dan keseleamatan, serta melakukan ibadah yang dapat membersihkan jiwa
seseorang.
4. Kecerdasan Qalbiyah
Secara etimologi qalbiah berasal
dari kata qalbu yang berarti hati. Dalam pengertian istilah kecerdasan qalbiyah
berarti kemampuan manusia untuk memahami kalbu dengan sempurna dan
mengungkapkan isi hati dengan sempurna sehingga dapat menjalin hubungan
moralitas yang sempurna antara manusia dan ubudiyah.
Kecerdasan kalbu pada diri manusia
yang sempurna akan menghandirkan kecerdasan agama dalam dirinya. Kecerdasan
agama adalah tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari kecerdasan qalbiyah.
Ketika seseorang telah mencapai kecerdasan agama maka secara langsung seorang
tersebut akan memiliki kecerdasan yang melampaui kecerdasan intelktula,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
Ramayulis dalam bukunya menyatakah bahwa ciri utama kecerdasan qalbiyah adalah
:
- respon yang intuitif ilabiab
- lebih mendahulukan nilai-nilai ketuhanan dari pada nilai-nilai kemanusiaan
- realitas subyektif diposiskan sama kuatnya posisinya, atau lebih tinggi dengan realitas obyektif
- didapat dengan pendekatan penerapan spiritual keagamaan dan pensucian diri.[19]
3. Pengukuran Intelegensi [20]
a) Tes Binet Simon b) Tes Stanford
Binet c) Teori Faktor-faktor G dan S
d) Teori Multifaktor e) Kognisi;
proses kognitif f) Tes Intelegensi Klasikal
4. Validitas dan Reliabilitas Tes
Intelegensi
: Test intelegensi kebanyakan menggunakan prestasi sekolah sebagai promotor
atau kriteria utamanya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tes intelegensi
memang mempunyai korelasi yang amat tinggi dengan prestasi sekolah. Jadi dalam
hal ini tes tersebut valid.
Pertanyaan validitas, dan khususnya
reliabilitas tes intelegensi menyangkut pada pengaruh budaya. Bila tes dapat
dibuat sama sekali tidak dipengaruhi oleh budaya (Culture Fair atau Culture
Free) maka tes tersebut dapat diharapkan reliabel (dapat dipakai di mana saja).
5. Intelegensi dan Bakat : Kemampuan-kemampuan yang spesifik
memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya
pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan itu setelah melalui suatu latihan.
Inilah yang disebut bakat atau aptitude.
Alat yang digunakan untuk menyingkap
kemampuan khusus ini disebut aptitude tes atau tes bakat.
6. Intelegensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu
ciri dari prilaku yang intelegen, karena kretivitas yang merupakan manifestasi
dari suatu proses kognitif, meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan intelegensi
tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan, tetapi lebih tinggi lagi,
ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Di sini secara garis besar akan
diketemukan berbagai konsepsi mengenai intelegensi itu, yang merupakan jawaban
bagi pertanyaan “Apakah Intelegensi itu ?”
Konsepsi-konsepsi itu pada dasarnya
digolongkan menjadi 5 kelompok yaitu :
1) Konsepsi-konsepsi yang bersifat
spekulatif
2) Konsepsi-konsepsi yang bersifat
pragmatis
3) Konsepsi-konsepsi yang didasarkan
atas analisis faktor, yang kiranya dapat kita sebut konsepsi-konsepsi faktor.
4) Konsepsi-konsepsi yang bersifat
operasional, dan.
5) Konsepsi-konsepsi yang didasarkan
atas analisis fungsional, yang kiranya dapat kita sebut konsepsi-konsepsi
fungsional.[21]
F.
Pengukuran Intelegensi Umum
1. Latar Belakang Tes Intelegensi
E. Seguin (1812 – 1880) disebut
sebagai pionir dalam bidang tes intelegensi yang mengembangkan sebuah papan
yang berbentuk sederhana untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental.
Kemudian usaha ini distandanisir oleh Henry H. Goddard (1906). E. Seguin
digolongkan kepada salah seorang yang mengkhususkan diri pada pendidikan anak
terkebelakang dan disebut juga bapak dari tes performansi.
Joseph Jasnow (1863 - 1944) adalah merupakan
salah satu dari beberapa orang yang pertama kali mengembangkan daftar
norma-norma dalam pengukuran psikologis.
G.C. Ferrari (1896) mempublikasikan
tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan mental.
August Oehr mengadakan penelitian inhmetasi
antara berbagai fungsi psikologis E. Kraepelin, seorang psikotes menyokong
usaha ini, empat macam tes yang dikembangkan, di antaranya yaitu:
1) Koordinasi motorik. 2) Asosiasi
kata-kata. 3) Fungsi persepsi. 4) Ingatan
Dan E. Kraepelin juga mengembangkan
tes intelegensi yang berkaiatan dengan tes penataran aritmatik dan kalkulasi
sederhana tahun 1895.
Di samping itu berkembang pula tes
yang dipakai untuk kelompok (group). Hal ini diawali dengan tes verbal untuk
seleksi tentara (wajib militer) yang disebut dengan Army Alpha. Untuk yang buta
huruf atau tidak bisa berbicara bahasa Inggris dipergunakan Army Beta sekitar
tahun 1917 – 1918, tes ini dipakai hampir dua juta orang.[22]
2. Jenis-jenis tes intelegensi
Berdasarkan penataannya ada beberapa
jenis tes intelegensi, yaitu :
1) Tes Intelegensi individual,
beberapa di antaranya:
a.
Stanford – Binet Intelegence Scale. b. Wechster – Bellevue Intelegence Scale
(WBIS)
c.
Wechster – Intelegence Scale For Children (WISC). d. Wechster – Ault
Intelegence Scale (WAIS). e. Wechster Preschool and Prymary Scale of
Intelegence (WPPSI)
2) Tes Intelegensi kelompok,
beberapa di antaranya:
a.
Pintner Cunningham Prymary Test. b. The California Test of Mental Makurity
c.
The Henmon – Nelson Test Mental Ability. d. Otis – Lennon Mental Ability Test
e.
Progassive Matrices.[23]
3) Tes Intellegensi dengan tindakan
perbuatan
Untuk tujuan program layanan
bimbingan di sekolah yang akan dibahas adalah tes intelegensi kelompok berupa:
a. The California Test of Mental
Maturity (CTMM)
b. The Henmon – Nelson Test Mental
Ability
c. Otis – Lennon Mental Ability
Test, and
d. Progassive Matrices.[24]
G. Intelegensi
Jenis Lain
Dewasa ini kebanyakn orang masih
memandang bakat sebagai warisan modal kecerdasan. Seorang rekan dari Selandia
Baru berkata bahwa lembaga pendidikan kita tidak dapat “mengalahkan alam”,
dengan kata lain, lembaga lain lembaga pendidikan itu tidak dapat mengangkat
anak lebih tinggi daripada “anak-tangga bakat” yang paling atas. Kebanyakan ahli
pendidikan memandang bakat sebagai kemampuan untuk menyerap pengetahuan yang
disampaikan oleh sekolah.
KESIMPULAN
1. Intelegensi adalah faktor total,
berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya seperti ingatan,
fantasi, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya juga berpengaruh terhadapa
intelegensi seseorang. Intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri
secara mental terhadap situasi atau kondisi baru serta perbuatan yang disertai
dengan pemahaman atau pengertian.
2. Ciri-ciri intelegensi yaitu :
merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara
rasional, tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap
lingkungan dan pemecahan masalah yang tombul daripadanya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
intelegensi: pengaruh faktor bawaan, pengaruh faktor lingkungan, stabilitas
intelegensi dan IQ, pengaruh faktor kematangan, pengaruh faktor pembentukan,
minat dan pembawaan yang khas, kebebasan.
Daftar Pustaka
Djamarah, Syaiful Bahri dan Drs.
Aswan Zain. 1995, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.
Husen, Torsten. 1988, Masyarakat
Belajar, Jakarta: Rajawali Pers.
Purwanto, M.Ngalim. 1990, Psikologi
Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sabri, M. Alisuf. 1996, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Slameto, Drs. 1995, Belajar dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sukardi, Dewa Ketut. 1988, Analisis
Tes Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 1984, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[4] Ibid.Psikologi
Umum. h. 168
[5] Ibid.Psikologi
Umum. h. 169
[7] Ibid.
Psikologi Umum. h. 172
[10] Ihya-ulumu’ddin, Iman Ghazali, terjemahan Maisir
Thaib dan A. Taher Hamidy, h.253)
[11] Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang
: CV. Toha Putra, t.t), h. 661
[13] Dr. Moh. Utsman Najah, Psikologi dalam Perspektif
hadis (Al Hadis Wa Ulum an-Nafs), (Jakarta: Pustaka al-Hujna Baru, 2004),
h. 274.
[14] Drs. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati,
Ilmu Pendidikan Cetakan ke II, PT Rineka Cipta,
Jakarta, 2006, Hal 40
[15] Daniel Golmen, Kecerdasan Emosional
Edisi Terjemahan Cetakan Ke 9 Gramediya, Jakarta, 1999, Hal. 45
[16] Ari Ginanjar Agustian, Emotional
Spiritual Quotient : Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Arga, Jakarta,
2001, Hal. 199
[20] Ibid.
Psikologi Umum. h. 174
[23] .Ibid.121