Tampilkan postingan dengan label Ilmiah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ilmiah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 September 2012

Membongkar Dikotomi Pendidikan

Membongkar Dikotomi Pendidikan
Oleh: Fathurroby a.f)

Dalam Peperangan, ilmu menyebabkan kita saling meracun dan saling menjegal.Dalam perdamaian ,dia membikin hidup kita dikejar waktu dan penuh tak tentu….Mengapa ilmu yang amat indah ini ,yang menghemat kerja dan membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sangat sedikit sekali kepada kita” (Albert Einstain)

Pengetahuan dari masanya selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan pola pikir manusia lewat proses dialektika panjang. Tak luput manusia secara tidak langsung terus mencoba memahami dan mengetahui segala sesuatu yang kemudian menghasilkan karya baru yakni pengetahuan. Proses inilah yang kemudian disebut “pendidikan” yaitu satu media manusia memahami, mengetahui suatu hal dan menyadarkan dirinya atas realitas sekitarnya yang sebelumnya belum diketahui. Sebuah kebutuhan mendasar manusia menyadari posisinya sebagai mahluk berakal dan membebaskan dirinya dari kebodohan.
Pada kenyataanya pendidikan hampir pasti menempati posisi terhormat dalam masyarakat, sebagai elemen mendasar yang mengantarkan menuju perubahan dan kemajuan. Pendidikan tidak hanya memiliki nilai Paedagogis, akan tetapi nilai sosial budaya. Sehingga dalam masyarakat, orang yang menempuh jenjang pendidikan yang tinggi akan memiliki nilai sosial yang tinggi pula dibanding dengan orang yang tidak mengenyam jenjang pendidikan sama sekali. Pada posisi seperti ini maka pendidikan mempunyai fungsi ganda, yakni fungsi strategis dan fungsi kritis. Pada posisi strategis, pendidikan mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat dalam lingkup sosial yang mampu mengarahkan dan menciptakan keseluruhan aspek lingkungan hidup dan memberikan pengarahan terhadap anak didik pada sebuah jenjang kehidupan ke depanya dan mempersiapkan kebutuhan esensial diri terhadap bentuk-bentuk perubahan. Sosiolog Emile Durkheim mengatakan bahwa pendidikan memegang kendali penting dalam mempertahankan kelanggengan kehidupan sosial kemasyarakatan (konsisten/ istiqomah) dalam menghadapi perubahan.
Sedangkan fungsi kritis dalam pendidikan dititik beratkan pada langkah adaptif dan adoptif. Adaptif adalah sifat yang dikembangkan dalam pendidikan untuk senatiasa mempertimbangkan sebuah kenyataan yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai proses penyesuaian tak lain pendidikan sebagai urgenisitas kehidupan yang menjadi acuan untuk selalu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Ketika pendidikan tidak mempunyai daya tawar yang jelas maka akan ditinggalkan masyarakat karena riil pendidikan dipandang masyarakat sebagai jalan menuju perubahan kehidupan, baik secara materi maupun finansisal. Sedang Adoptif adalah kesediaan pendidikan menerima pembaharuan dan perubahan menuju arah yang lebih baik. (Tobroni dan Samsul Arifin;1994). Dalam posisi ini pendidikan sangat berperan penting di segala lini kehidupan yang mampu menciptakan nuansa-nuansa dalam kehidupan bermasyarakat. Secara riil, karakter kemanusiaan akan ikut terbentuk kuat dalam pendidikan pendidikan. Sehingga muncul daya kritis responsif yang nantiya mampu memahami bentuk dan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, antara baik dan buruknya dan bagaimana menanggapinya. Selain itu pendidikan bersifat fleksibel terhadap perubahan dalam merubah sebuah lingkungan.
Banyak pemaknaan tentang pendidikan karena pada dasarnya pendidikan merupakan sebuah pengalaman kehidupan seseorang. Menurut Dr.J. Sudarminta pakar pendidikan Sanata Darma Yogyakarta, [1990] Pendidikan adalah sebagai sadar ilmu yang dilakukan pendidik melalui bimbingan, pengajaran dan latihan untuk membantu anak didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa dan susila. Menurut Brucher pendidikan adalah proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaianya dirinya dengan alam dan dengan semesta (M.Noor Syaam; 1981). Sehingga pendidikan paling tidak harus mengandung empat unsur, yaitu; sebagai kegiatan, proses, produk/hasil dan juga sebagai ilmu. Dari keempat definisi tersebut kalaupun kita mencoba melihatnya secara kritis disitulah akan diketemukan kelemahan dan kekurangan pendidikan kita hari ini.
Pendidikan sebagai kegiatan, adalah sebuah aktifitas belajar mengajar siswa dan pendidik dalam rangka mempelajari sebuah ilmu pengetahuan, sebagi Proses; pendidikan adalah sebuah jalan yang di dalamnya ada t`hapan-tahapan yang dilalui secara sistematis (jenjang akademis). Sebagai Produk; pendidikan merupakan hasil dari sebuah perubahan pengetahuan seorang anak didik sehingga mencapai apa yang diharapkan. Sedangkan pendidikan sebagai sebagi ilmu; pendidikan yang merupakan bentuk dari berbagai ilmu yang dipelajari anak didik dan secara perkembanganya berubah sesuai dengan kondisi menurut sejauh pemikiran manusia.

Imperialisme dan Dikotomi Pendidikan
Namun dalam kenyataan yang ada, pendidikan masih jauh dari hakikat eksistensinya yaitu sebagai proses memanusiakan manusia (humanisme human). Bahkan banyak yang menilai pendidikan kita dilanda krisis, salah satunya krisis moral yang diakibatkan oleh adanya pendikotomian keilmuan dalam pendidikan kita selama ini yaitu antara ilmu agama dan ilmu umum. Sehingga disitu kemudian ada pendiskriminasian keilmuan yang sebenarnya saling melengkapi satu sama lain yang secara sistempun kita mengenyam hasil pendikotomian ini. Secara institusi ini dapat dilihat dengan adanya pendidikan formal dan non formal. Dalam nalar setiap orang ini dianggap sebagai satu sistem yang wajar dan normal dan diterima apa adanya. Padahal disinilah tengah terjadi penjinakan secara halus bahwa orang harus mau tidak mau memprioritaskan pendidikan formal tidak yang lain. Sehingga pemformalan atas ijazahpun berlaku yang itu menimbulkan kecemburuan sosial yang tinggi. Ambil contoh, para santri pondok pesantren yang sampai hari ini outputnya secara formal tidak diakui dalam masyarakat hanya gara-gara mereka tidak menenteng selembar ijasah yang dibubuhi stempel Depag atau Depdiknas.
Ironis sekali, pendidikan yang tidak mampu menghargai sebuah keilmuan. Asumsi pendidikan formal adalah satu-satunya jalan mendapatkan kesuksesan hidup. Realitas pemformalan ini akan merambah terus ke dalam keadaan yang dinamakan “komersialiasi pendidkan,’’ yaitu sebuah kondisi pendidikan yang hanya menciptakan robot-robot bernyawa guna menutupi kebutuhan pabrik-pabrik akan tenaga kerja. Pertanyaannya kemudian adalah, siapa yang memasukkan kita sekalian ke “kandang” yang disebut sekolah ini? Depag, Depdiknas, juragan pabrik? ataukah memang kita sejak kecil mempersiapkan diri untuk masuk kandang itu?. Barang siapa mampu memasukan seorang anak dalam sekolah, dia yang memiliki itu (Abdurahman Wahid,dalam Freire;1985). Tidak bisa kita pungkiri pendikotomian ini merupakan warisan sejarah bangsa ini yang diciptakan Belanda waktu itu untuk melanggengkam kekuasaamya, menurut Gramsci, suatu yang mudah untuk dijadikan alat hegemoni dalam kehidupan manusia adalah pendidikan dan agama karena keduanya sebuah kekuatan yang sangat besar ketika digabungkan yang mana waktu itu pendidikan agama yang berbasis di pesantren merupakan salah satu musuh utama. Maka kemudian Belanda pun memunculkan konsep sistem sekolah impor barat dalam bentuk paket “ethische politiek” atau biasa yang disebut Politik etis (politik balas budi).
Dikirimnya beberapa anak pribumi untuk melaksanakan proses pendidikan di luar negeri (Eropa) pada dasarnya ini membawa misi besar penyebaran idologi besar dunia (paradigma posivistik) yang nantinya dibawa para anak didik itu, yaitu sistem westernisasi (pembaratan) yang liberal. Dengan corak humanismenya, di mana kolonialisme memberikan pendidikan kepada negara jajahanya yang mana menyelinap di dalamnya satu agenda penjajahan pemikiran lewat orang-orang terdidik tersebut. Ini bisa dilihat bahwa kenyataanya politik etis hanya diprioritaskan pada kelompok elit pribumi, yaitu para bangsawan. Sehingga waktu itu selain ada golongan priyayi karena keturunan para penguasa, muncul juga golongan baru hasil politik etis yakni priyayi profesional, output pendidikan yang berposisi sebagai pejabat-pejabat Hindia Belanda.
Model pendidikan barupun terlahir di Indonesia. Dengan klaim “ortodok” kuno dan tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman, sistem pendidikan formal dan elitis menggeser institusi pendidikan yang sudah ada sebelumnya. Pendidikan kultur kerakyatan yaitu pesantren ataupun madrasah diniyah yang berlandaskan pada tradisi kultur sedikit demi sedikait tergeser dan terkikis. Walaupun Belanda sudah hengkang dari Indonesia namun ternyata mereka masih meninggalkan satu mainstream berpikir yakni paradigma postivistik. Sampai waktu itu muncul kebijakan yang dimunculkan Moh Hatta bahwa syarat untuk menjadi abdi negara harus berijazahkan formal (berlatarbelakang pendidikan formal). Akibat kebijakan ini banyak para pejuang nasional yang notabenenya berlatar belakang pendidikan nonformal --seperti madrasah dan pesantren-- terpaksa tersingkir. Mulai dari tokoh politik, militer lokal sampai nasional. Padahal tidak dipungkiri lagi jasa-jasa mereka bagi kemerdekaan bangsa ini.
Dari sinilah, keberhasilan kolonialis menciptakan model baru penjajahan dalam bentuk yang lebih halus dan memikat yaitu pendidikan formal seperti apa yang kita kenyam selama ini. Akibatnya, --bila di era kebangkitan dulu lahir perguruan-perguruan swasta militan (misalnya Taman Siswa, dan Muhammadiyah)-- di masa pembangunan Orba semua itu telah digeser oleh sekolah-sekolah ataau perguruan tinggi yang kapitalistik sejalan dengan ideologi pembangunanisme.
Pendidikanpun cenderung kehilangan nilai-nilai formatifnya, yakni perananya sebagai lembaga pendidikan pengemban nilai-nilai kemanusiaan dan pembentuk karakter kebajikan yang universal. Sekarang pendidikan cenderung berperan sebagai lembaga pelatihan yang linked dan matched berorientasi pasar kerja semata. Dengan penonjolan pola pemikiran ala barat semata yang menghasilkan para sarjana-sarjana pandai, cerdas namun pada wilayah moral terjadi proses dekadensi yang redemikian parahnya. Inilah yang nantinya melahirkan nalar-nalar komprador, kolonialis baru di negara sendiri.
Ini dapat dilihat secara nyata dalam sisitem kemasyarakatakan, karena pendidikan hanya menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan lapangan pekerjaan --dalam hal ini pemenuhan pekerjaan gaya kapitalis yang elitis, padahal lapangan pekerjaan yang ada sangatlah sempit-- mengakibatkan setiap peluang yang ada akan ditempuh guna merebut jatah kursi kerja. Di sisi lain, pendidikan tidak memberikan pendidikan moral sebagai ancangan kepantasan manusia dalam bertindak dan berbuat. Disinilah kemudian nalar-nalar korup terbangun dan membudidaya dalam setiap segi kehidupan.
Walhasil, pendidikan lambat laun menjauhkan manusia dari realitasnya. Ketika kultur kita sebagai negara agraris ternyata pendidikan malah menghasilkan para sarjana yang malu dengan kulturnya dan lebih memilih menjadi antek para pengusaha besar. Terlihat bahwa ternyata paradigma pendidikan Indonesia selama ini sangatlah kapitalistik, yang mana ini merupakan hasil dari kolonialisasi bangsa barat dalam menanamkan idiologinya. Tidak ada dalam kamus cita-cita anak Indonesia yang berkeinginan menjadi petani sukses dan mampu mendayagunakan sawah bapak-bapaknya, mereka lebih memilih dan terhipnotis untuk menjadi direktur perusahaan, insinyur, dsb. Sistem pendikotomian pendidikan ini akhirnya secara fatal menghasilkan sebuah pendidikan yang cacat moral. Terbukti, birokrasi pemerintahan dipenuhi para sarjana-sarjana, doctor yang pandainya tetapi juga sebanding dengan pandainya memakan harta rakyat.
Padahal Pendidikan adalah pembentuk karakter bangsa, karena adanya imbal balik antara pendidikan dan masyarakat. Dunia pendidikan adalah cerminan atas apa yang terjadi di masyarakat. Sehingga perilaku kehidupan bangsa ini dapat dilihat dari bidang pendidikan yang tiap tahunya meloloskan ribuan sarjana yang siap nganggur, mencuri dan menindas rakyat.

DIKOTOMI RASIO DAN RASA
Secara hakiki, pendidikan merupakan proses sepanjang hayat tiap indovidu dalam rangka menjalani dan memenuhai kebutuhan mendasar sebagai manusia. Namun realitas akan berkata lain ketika pendidikan hanya digunakan sebagai senjata penindasan guna memperoleh tujuan segelintir individu atau kelompok tanpa dilandasi batasan moral yang jelas. Artinya seringkali manusia ketika mencapai proses rasionalitas tidak menghiraukan pertimbangan-pertimbangan moral. DIsinilah kemudian akan memicu ketidakharmonisan antara realitas dan subjek kehidupan. Akan muncul seseorang yang tidak jujur, tidak adil dan tidak bertanggung jawab serta tidak sadar dengan realitas sekelilingnya.
Ini bisa dilihat dari berbagai kasus kejadian besar dunia ini. Ketika pengetahuan tidak dilambari batasan ‘kepantasan’ maka yang terjadi adalah hancurnya batas-batas kemanusiaan. Ketika ilmu pengetahuan dan teknologi hari ini berkembang pesat sehingga manusiapun tercengang melihat hasilnya sendiri, seperti bom atom yang pernah teruji kedahsyatanya di perang dunia II yang telah menghentikan perang di dunia, akan tetapi IPTEK telah menghanguskan ribuan jiwa manusia. Memang penemuan-penemuan teknologi dapat membawakan membantu dan menciptakan kebahagiaan, namun tidak dapat dipungkiri teknologi pula yang membawa malapetaka dan mengancam kehidupan umat manusia. Insektisida, obat-obatan, senjata kimia. Penemuan kontrasepsi juga dicurigai sebagai salah satu faktor penting dalam menumbuhsuburkan dekadensi moral.
Sehingga proses pendidikan yang membentuk nalar dikotomik antara rasio (kognisi/IQ) dengan rasa (afeksi/kepribadian) dalam beberapa dekade terahir mengundang kritik dari beberapa tokoh. Goleman misalnya, menyatakan bahwa kemampuan menahan diri (nafsu) sebagai inti kecerdasan emosional (EQ) lebih penting dari pada IQ. Seperti dalam risetnya ditegaskan bahwa EQ dapat sama ampuhnya dengan IQ, dan terkadang lebih ampuh dari pada IQ. Ini dibuktikan lagi dengan penelitianya tentang otak dan perilaku. Ia memperlihatkan faktor-faktor yang terkait dengan mengapa orang yang mempunyai kemampuan IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang-sedang saja ternyata sukses. Faktor-faktor ini mengacu pada suatu cara lain untuk menjadi cerdas yang disebutnya dengan “kecerdasan emosi” (EQ). Temuan mengenai EQ ini oleh Daniel Goleman menegaskan bahwa ukuran kecerdasan seseorang tidak hanya bergantung kepada IQ semata (Daniel Goleman 1999).
Fenomena di atas tak begitu saja berakhir tanpa meninggalkan polemik di kemudian hari, akan tetapi kemudian muncul lagi yang namanya pemikiran filosofis tentang kecerdasan spiritual (SQ), yaitu mengenai kemampuan hati hati nurani yang lebih penting dari semua kecerdasan, sehingga SQ dan IQ menjadi dasar seseorang dalam berperilaku dalam kehidupan dan mencapai kesuksesan kehidupan sejati, kenyataan terjadi ketika manusia berkemampuan IQ yang tinggi gagal dalam mengatur kehidupanya dan berperilaku tidak manusiawi, karena tidak adanya kemampuan dalam dirinya IQ dan SQ yang yang tinggi pula, hal ini disebabkan karena apa yang disuarakan oleh SQ adalah suara hati. Kebenaran sejati (conscience) SQ yang mampu menyingkapkan kebenaran sejati lebih tersembunyai (hidden truth) dalam kehidupan keseharian (Danah Zohar dan Lan Marshal :2001)
Tak pelak, setiap perilaku kemanusiaan yang selalu amoral dan individualis akan menjebak manusia dengan kehidupan yang menyengsarakan. Sehingga yang terpenting dalam pendidikan kita diperlukan adalah internalisasi nalar spiritual atau proses spiritualisasi. Hal ini penting karena selama ini dalam praktek pendidikan kita terjadi dikotomisasi dengan memberikan pemisahan akan kepentingan anak didik. Integrasi nalar spiritual ini dilandaskan atas tiga kerangka ilmu epistimologis, yakni dasar filsafat, tujuan nilai dan orientasi pendidikan. Pertama; Dasar filsafat merupakan landasan filsafat yang berdasarkan landasan pada filsafat teosentris. Sehingga ini menjadi dasar rasionalitas untuk mengikis dikotomi dan sekularisasi pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan kita hari ini (Abdul Munir Mulhan:1993). Kedua; tujuan pendidikan. Jika tujuan pendidikan sekuler untuk membangun kehidupan duniawi, seperti sukses, sejahtera, makmur, adil ,dst maka spiritualisasi pendidikan untuk membangun nalar wujud pengabdian terhadap Tuhan YME dan ini bukan final akan tetapi salah satu jalan menuju gerbang akhir kehidupan manusia spiritual yang kekal dan abadi sepanjang perjalanan kehidupan manusia. Sehingga yang kemudian akan membangun nalar anak didik lebih spiritualis dan tidak semata-mata materialis. Ketiga: Nilai dan orientasi pendidikan. Jika pendidikan didasarkan pada nilai dan orientasi pengembangan Iptek sebagai nilai dan orientasi ilmu, maka spiritualisasi pendidikan juga mengembangkan Iptek dengan segi penambahan iman dan takwa sebagai ruh dari proses pengembangan nalar spiritual atau spiritualisasi itu sendiri (Abdul Munir Mulhan; 2002).
Dan ketika hari ini STAIN sebagai salah satu lembaga pendidikan di mana di dalamnya memiliki concern optimalisasi nalar spiritual dan kemanusiaan dalam kerangka membentuk insan-insan yang intelek dan agamis dan berwawasan luas, dituntut sesegera mungkin untuk bangkit membuktikan hasilnya secara praksis sehingga terwujud yang namanya tokoh-tokoh intelektual yang humanis yang mampu memperjuangkan hak-hak umatnya. Selain itu, kemampuan menjawab persoalan pendikotomian nalar keilmuan yang imbasnya melahirkan generasi-generasi bangsa yang kering nilai spiritual. Tugas berat bagi seluruh bangsa ini untuk mengatasinya dan mengintegrasikan perbedaan-perbedaan yang seharusnya menjadi satu.
Akan tetapi hal tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah semudah membalikkan tangan. Kenyataannya, STAIN, IAIN dan UIN hanyalah menyatukan hal-hal yang terdikotomikan tadi (rasio dan rasa) yang sebatas penggabungan secara simbolik. Tidak ada epistimologi keilmuan yang jelas untuk menopang cita-cita besar diatas. Tak bisa dihindari, bangunan keilmnuan yang ada kemudian hanyalah pendidikan Islam cita rasa barat yang tak jelas orientasi, visi dan misinya. Tidaknya semakin jelas, malah semakin mengkaburkan beberapa unsur-unsur di atas yang pada akhirnya menciptakan pengetahuan yang asal-asalan atau dalam bahasa jawa disebut “gothak gathuk asal mathuk”.


Di tulis /di terbitkan di majalah dimensi stai tulungagung pada tahun 2008

Minggu, 08 April 2012

BOOOOODREEEXNYA PENDIDIKAN NEGERI KITA INDONESIA

Sekian banyak buku pendidikan yang telah di terbitkan berbagai penerbit yang mengulas berbagai fenomena pendidikan dari mulai makna pendidikan sampai hasil sebuah pendidikan dan tentang pendidikan itu sendri, namundi zaman modern ini kesadaran akan pentingnya pendidikan tidak lagi menjadi persoalan bagi bangsa kita,  kalau dulu di zaman orba masyarakat masih perlu di berikan penjelasan akan pentingnya pendidikan dengan penyadaran dan program pemerintah wajib belajar, samapi ahirnya berhasil dan mampu menyadarkan bangsa ini untuk masuk dalam wilayah pendidikan dan kemudian muncul persoalan biaya pendidikan dengan bahasa baru kapitalisasi pendidikan atau juga industrialisasi pendidikan, itupun sekarang di terima sebagai kesadaran bahwa pendidikan sangat penting dan membangun asumsi dalam masyarakat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mahal dan punya gengsi.

Rabu, 28 Maret 2012

KESUSU SELAK NGOPO?ALON-ALON YO AREP NGENTENI OPO?

Oleh : Fathoer Akhiefiellah


          Kata-kata inilah yang di lontarkan sang kyai pada muridnya yang begitu ngoyonya ingin mencapai tingkat ma’rifah (tingkatan dalam mengenal alloh), siapa yang tak ingin mengenal tuhanya dengan sesungguhnya, seorang teman melontarkan petanyaan “apa hidup ini akan berawal dari bangun tidur, makan, kerja, tidur lagi?ada juga yang sedikit tidur banyak kerjanya, berharap hidup lansung berubah menjadi orang kaya?atau juga sedikit tidur, sedikit makan, slalu berpuasa berharap segera menjadi orang yang ahli ma’rifah, hebat?kalo-kalo kang surip nyanyi’bangun lagi, tidur lagi, bangun-banguuun, tidur lagi, apa hidup sebegitu monotonya? apakah pilihanya cumin dua , seperti yang di tawarkan mbah surip?kalo gak tidur ya bangun terus tidur lagi?? maka aku jawab ya tergantung sob!!!tergantung apanya?

sedang Tuhanpun kau bandingkan!!!

Oleh : Fathoer Akhiefiellah

1. hukum baik buruk

2, neraka surge.

3. pemahamanya adalah “pilihan itu adalah ajaran. bukan pilihan itu surge atau milih neraka.

4. manusia di karunia kekuatan namun tak sepenuhnya. sehingga tidak melebihi batas, maka tuhan menyesuaikan porsinya.

5, tuhan tidak menuntut dari kita yang lain.

6. pilihan adalah hak preogatif, dan penentuan pilihan itu adalah bagian dari sifat demokratis tuhan.

7. bhwa tuhan itu di maknai :paksaan, kuwajiban, demokratis, alhalu bayinun

COBA MARI KITA INGAT soal hidup, hidup ini repot dan hidup ini adalah terminal manusia untuk memilih jurusanya masing-masing, dengan pilihan kendaraany sesuai yang di sukai masing-masing, berbekal keyakinan, pengetahuan dan ada juga yang berbekal nekat mbonek (bondo nekat), bila hidup ini adalah perjalanan maka ada jarak yang harus di tempuh, ada tujuan yang di tuju, dan ada bekal yang harus di bawa , waktu yang di butuhkan, setamina yang terjaga. yang semuanya dasarnya bermuara pada satu tujuan yaitu tujuan terahir , tujuan kembali pada yang maha agung tuhan pencipta semesta alam. Hidup’bermakna universal, hidup adalah jalan, pilihan, fenomena, ketentuan, takdir, atau bisa saya katakn hidup adalah jenjang jalan yang harus di tmpuh manusia untuk sekian waktu dan tahap yang telah di tentukan, dari alam manusia berada dalam alam ruhnya, rahim, dunia, kubur. Aherat. bila hidup adalah perjalanan maka di sana akan muncul banyak jalan (dalam bahas arab thoriqoh) sebanyak manusia di ciptakan, karena tiada mungkin jalan manusia itu sama dengan manusia lainya, karena tuhan menciptakan segala sesuatu di dunia tiada satupun yang sama, semua berbeda. Seperti orang

akan berangkat tamasya, mereka menyiapkan segalanya, dari biaya, tenaga, kendaraan, maknan, dan pastinya tujuan. nah bila hidup sedemikian rupa, apa yang di siapkan dalam perjalanan hidup, tuhan memberikan modal hidup pada manusia, dengan akal sebagai alat canggih untuk mewujudkan perjalanya sampai tujuan, agama sebagai kendaraanya, iman dan takwa sebagai kebutuhan komsumsi perjalanan dan sesampai di tempat tujuanya, dan tuhan adalah tujuan terahirnya.

Berbagai macam model jalan dan cara kehidupan yang di pilih manusia dari satu pilihan yang di anggapnya paling benar, di sukai, atau pula pilihan yang paling di yakini, juga ada sebuah pilihan yang cocok baginya, atau sekedar ikut tren saja (gambyok, ikut-ikutan saja tak punya pendirian), seperti memilih pakaian saja, atau memilih celana dalam, ah itu kan ibarat, tentunya tiap pribadi manusia memiliki pilihan masing-masing di dunia ini, preogatif seseorang jangan di ganggu gugat lho kang!tentu saja karena hak preogatif itu di lindungi undang-undang, gak boleh main paksa saja, seenak udelnya memaksakan , memilihkan , juga memberikan batasan pilihan, lololo…. mana mungkin bisa kang, lawong sebuah keyakinan atas pilihan orang itu selalu di pengaruhi oleh lingkungan social nya, emang hidup di tengah hutan sendirian?hingga ia tak di pengaruhi, oleh sebuah kepentingan lainya.

$0D

bila kita hidup ini selalu berhadapan dengan sebuah pilihan, di sana akan pasti muncul sebuah kepentingan bukan, mana ada orang memilih lantas ia gak membutuhkn atau paling tidak ia mempunyai keinginan , munkin juga da yaitu whong gendheng, ibarat ia memilih celana dalam, dan celananya tidak ia pakai, hanya di seret naglor-ngidul tidak dipakai alias telanjang, lucu atau gilani kan, artinya ketika mausia di ciptakan dengan di bekali akal, peran akal lah yang akan membuat manusia itu bisa terus berlanjut pada perjalananya menuju tujuan ahirnya, yaitu tujuan ahir hidp adalah kematian dan bertemu tuhan, kematian adalah hal yang pasti, tiada yang kekal di bumi ini. kemudian apakah hidup berawal dari kelahiran dan berahir dengan sebuah kematian saja, cukup monoton bukan bila hidup sdemikian rupa, apa mungkin manusia akan berada sedemikian rupa, tentu tidak!kita manusia beda gitu looh dengan hewan, hewan lahir dan hidup dan berahir kematian, sedang kita di lahirkan , hidup, mati dan bertemu sang pencipta, catet ini!kita adalah manusia! di antara kehidupan dan kematian berada di antaranya sebuah pilihan, pilihan untuk apa?pilihan untuk melangsungkan kehidupan manusia itu sendiri yang lebih berisi. Kemudian muncul pertanyaan selanjutnya, di antara kehidupan dan kematian adalah kosong? kekosongan itu perlu di isi, apa yang di isikan, ?di sinilah manusia akan mengisi hidupnya di antar pilihan-pilihanya, makanya manusia merupakan mahluk alloh yang paling cerdas, dan mampu menciptakan kebudayaan dalam hidupnya, lain halnya hewan, tanpa akal ia akan menghabiskan kehidupanya dengaan menunggu kematianya kelak. di antara kehidupan dan kematianya akan di isinya dengan perbuatan hewaniahnya, karenanya ia beda dengan kita manusia.

manusia di beri akal buat berfikir (tafakur), tafakur apa?tafakur mempunyai arti piker-pikir bukan “memikirkan”artinya akal mecari tahu sesuai kemampunya berpikir sesuai porsi pengeahuanya, sedang arti memikirkan tidak ada ukuran di sana, bila akal di fungsikan sebagai alat untuk” memikirkan “maka hasil ahirnya akal cedera, shock, stress dan mungkin juga bablas ke rumah sait jiwa dan bertemu saudara – saudara sealiranya. Akal piker-pikir dengan adanya landasan dan pengetahuan yang di milikinya, mencari tahu dan memahami apa yang ada di dalamnya, dan luar dirinya, sehingga tuhan memberikan pedoman ajaran bagi manusia sebagia peneimbang akalnya yaitu akli (wahyu), akli mengajari manusia mencari tahu belumnya muncul di akal manusia (inspirasi) sesuatu yang telah di ciptakan tuhan untuknya dengan batasan ukuran kemampuan manusia bertafakur yang di tekstualkan di dalamnya.

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Manusia akan menemukan namanya sebuah pilihan, di hadapkan pada dua pilihan, baik dan buruk, laki-laki dan perempuan, bulan dan bintang, langit dan bumi, dan imereka akan menemukan yang namanya pilihan tunggal dalam hidupnya yang benar-benar di yakininya.

Semua di ciptakan secara berpasangan, demikian juga manusia akan mencari pasangan terahirnya ketika ajal menjelang tiba, siapa yang bisa menetang ajal bila manusia telah lepas dari raganya?di sinilah tujuan akhir manusia di pertaruhkan dengan pilihan ketika hidupnya, bila berfikir bahwa ia adalah manusia yang tak abadi maka ia juga akan memfikirkan sebaliknya, keabadian bagi siapa yang bisa memilikinya?maka manusioa akan sadar bahwa keabadian ada pada yang menciptaka dirinya, yaitu alloh swt. sehebat manusia menciptakan sebuah kebudayaan dalam hidupnya

Dengan akalnya manusia akan hanya dapat memahami namanya dua pilihan yaitu baik untuknya dan buruk untuknya, tanpa ada yang menjadi acuan bagi keduanya, apakah baik itu selalu enak, dan buruk itu selalu tidak enak, tidak akan mampu hanya mengandalkan akalnya dengan memilih pilihan yang selalu memaksanya utuk memilih. kekuatan akal akan terbatas ketika pengetahuanya juga terbatas, tingkat pengetahuan manusia akan berkembang dan mampu memahami hal-hal di luar dirinya ketika ia sudah di beri pengetahuan tentang apa yang tidak di ketahuinya, nah di sinilah manusia akan menemukan sebuah pilihan ketika tuhan memberikan nakli atau wahyu untuk manusia sebagai acuan memilih pilihan-pilihanya.

Agama di turunkan ke bumi adalah sebagai pegangan untuk manusia, di dalam agama akan kita temukan banyak pilihan utuk menjalani kehidupan ini, tuhan memberikan dua pilihan, sisi baik dan sisi buruk, dan tuhan memberikan keduanya konskwensi yaitu surge dan neraka. lantas apa manusia di paksa untuk memilih salah satunya?apakah manusia tidak punya hak preogatif untuk memilihnya?apakah manusia mungkin tidak memilih keduanya?

……cukup tegang bila kita mencoba mengulasnya , namun akan terasa santai bila kita mengulasnya penug dengan kesantaian, pilihan lagi bukan?apa sih yang gak make pilihan coba……?

Terus kok ada manusia sekarepe dewe, semaunya sendiri?lha itu juga piliha, enak-enak gue dong, elu ya elu bukan gue, coba bayangkan jika manusia memilih pilihanya seenak udelnya saja tanpa adanya aturan yang mengikatnya, atau aturan yang di jadikan dasar kebenaranya. mungkin dunia ini akan hancur berkeping-keping.

AJARAN ITU ADALAH PILIHAN.

Umat islam di beri pegangan hidup oleh alloh dengan alqur an, begitu juga agama lainya dengan kitabnya masing-masing, di dalam alkitab itu berisi ajaran dan tuntunan hidup, namun kali ini saya akan mencoba mengajak pembaca menjawab pertanyaan –pertanyan di atas dengan cara yang saya pilihkan buat anda, apakah saya memaksakan pilihan saya ke anda, ouw mungkin iya mungkin tidak, silahkan anda memutuskanya sendiri, iya atau tidak.

Nah saya mulai , kalau di awal manusia hidup di beri akal tidak akan sempurna, dan nakli lah yang akan menyempurnakan , kemudian apakah agama itu merupakan sebuah pilihan kawan?menurutmu???? iya?tidak?no coment? (satu pilihan belum kejawab sudah ada pilihan lagi ??????????????????????????????????????

Menurut saya agama adalah pilihan, karena agama di turunkan ke bumi sebagai satu-satunya pilhan bagi manusia, di dalamnya berisi ajaran dan tuntunan kehidupan manusia yang berisi berbagai pilihan hdup beserta konsekwensinya untuk di pilih, lantas kog ada orang tidak bertuhan? dan memilih atheis?atheis itu bukan agama, atheis adalah faham yang meyakini bahwa ia merupakan pilihanya dan tidak ia perlukan darinya. sebenarnya keyakinan manusia itu sama, sepert halnya manusia lainya yang memilih agama sebagai petunjuk*hidup yang di yakininya. $26nbsp;Karena agama adalah suatu pilihan yang di yakini, maka did al;amnya ada alkitab sebagai peganganya yang berupa banyak aturan hidup, pilihan hidup, keyakinan hidup, neraka surge, dan lain sebagainya. yang berkaitan bagi kehidupan umat manusia.

Kalau di dalam ajaran agama ada pilihan larangan dan ajnuran antara kebaikan dan keburukan, surge dan neraka, maka di dalamnya juga memberikan tuntunan bahwa kebaikan itu di anjurkan, dan keburukan itu di larang, jika kebaikan itu akan di imbali oleh yang namanya pahala dan surge, sebaliknya keburukan itu di imbali neraka. ckup jelas dan konkrit bahwa ajaran agama adalah mutlak sebagai pegangan yang benar dan menjadikan kebaikan bagi kehidupan umat manusia. karena alloh maha tahu atas kebaikan dan keburukan bagi ciptaanya. kemudian apa yang terjadi apakah manusia akan memilih di antaranya yaitu keduanya antara surge dan neraka, baik dan buruk, kalo anda menjawab saya pilih baik dan surga, apakah itu sudah merupakan pilihan?menurut saya itu bukan pilihan, itu adalah terkaan. mana mungkin anda akan tahu bahwa surge itu enak, baik itu indah?dasar apa yang anda gunakan hingga anda memilih itu, tentunya anda memilih itu bukan karena anjuran tuhan bukan, yang masih katanya – katanya?saya yakin bila anda memilih itu sudanh barang tentu anda mempunya cara untu mendapatkanya, yaitu dengan cara melakukan kebaikan sesuai anjuran yang ada di ajran – ajaran yang ada di dalam alkitab agama. alhasil bahwa ketika saya memilih agama islam sebagai keyakina saya, maka alquran adalah pegangan hidup saya dan ajaran-ajaran al-quran adal pilihan hidup saya.

Pilihan adalah hak preogatif, dan penentuan pilihan itu adalah bagian dari sifat demokratis tuhan.

Seperti yang telah di gambarkan dan di bahas di atas , bahwa peran akal sangat penting ketika menghadapi pilihan dengan dalil nakli atau wahyu sebagai pertimbangan juga pembenar dalam memilih, maka ketika dalil nakli sebagai respon atas akal yang mampu mengeksplorasi dalil nakli dalam kehidupan umat manusia akan menjadi pilihan manusia untuk mengekplorasikanya dalam bentuk perilaku dalam hidupnya, kalau di dalam ajaran agama , alkitab sebagai sumber ajaran manusia yang di dalamnya penuh pilihan seperti yang telah di bahas, dan di sana tuhan memberikan dua piliha saja dari berbagai hal apapun, di sana semua telah berpasangan sesuai pasangan masing masing, dan tuhan memberikan pada manusia hak untuk memilih keduanya, tuhan tidak memaksakan manusia untuk memilih satu saja, buruk saja atau baik saja. namun tuhan jlas-jelas hanya menganjurkan untuk memilih salah satunya dan melarang salah satunya. pilihan itu adalah ajaran. bukan pilihan itu surge atau milih neraka.

4. manusia di karunia kekuatan namun tak sepenuhnya. sehingga tidak melebihi batas, mka tuhan menyesuaikan porsinya.

5, tuhan tidak menuntut dari kita yang lain.

7. bhwa tuhan itu di maknai :paksaan, kuwajiban, demokratis, alhalu bayinun

TUHANPUN JADI ALIBI CINTAMU

oleh : Fathoer Akhifiellah
“Sesungguhnya alloh cebmuru pada hambanya yang melakukan maksiat”
Dalam kehidupan,seseorang past akan merasakan yang namanya cinta,apa itu cinta? Kata pujangga cinta letaknya di hati. Meskipun tersembunyi, namun getarannya tampak sekali. Ia mampu mempengaruhi pikiran sekaligus mengendalikan tindakan. Sungguh, Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Cintalah yang mampu melunakkan besi, menghancurkan batu karang, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta (Jalaluddin Rumi).

JANGAN SEKOLAH

                KALAU kita memahami bahwa pendidikan adalah hak setiap manusia,artinya setiap orang dengar sadar bahwa pendidikan adalah unsur mendasar dalam kehidupan yang merupakan sebuah jalan pilihan untuk menempuh dan menghadapi sekian persoalan kehidupan ini dengan bijak dan sesuai hukum universalitas kehidupan.
                Pendidikan bagi manusia sangat penting ketika manusia dalam prosese perjalanya mampu menciptakan yang namanya kebudayaan dan kehidupan sosial,artinya seorang manusia sejak lahir akan memerlukan pendidikan,tanpanya segala pemenuhan hidup takan terpenuhi dengan baik.
                Pendidikan mengajak kita untuk “berfikir”berfikir atas segala realitas,baik realitas yang indrawi maupun non indrawi,realitas indrawi adalah memikirkan realitas yang mampu di lihat secara lanngsung oleh mata,baik realitas sosial dan budaya,realitas non indrawi artinya realitas yang tanpa di ketahui dengan mata,artinya segala hal yang masih perlu di cari keberadaanya dengan cara memfikirkan bagaimana membuktikanya.
                Yang ke dua pendidikan mengajarkan kita untuk “melakukan”artinya belajar untuk

SEDANG SEEKOR AYAMPUN DI KENAKAN HUKUM TUHAN.

Oleh : Fathoer Akhiefiellah.

Kalau kita melihat hukum yang berlaku di negeri kita , apakh sudah berjalan semuanya sesuai peraturan yang berlaku , ataub sewajarnya sudah seperti itu, ?saya tidak mengajak saudara untuk menilai dan mencari kesalahan, dan melakukan pembenaran, atau juga memutuskan atas pemberlakuan hukum di negeri ini, toh saya tidak mengerti banyak tentang ilmu hukum, apa lagi mengajak anda untuk membuat hukum barru guna mengejsekusi ketimpangan hukum hari ini, namun kita semua sudah tau dan melihat sendiri dari kasus-kasus yang muncul di media masa yang intinya adalah pelanggaran-pelangaran yang di lakukan oleh orang-orang yang mempunyai kesempatan melakukan  pelanggaran hokum. berita korupsi hamper tak pernah sepi dari berita media masa . koropsi yang di lakukan segelintir orang-orang kepercayaan negri ini yang di beri amanat rakyat untuk melaksanakan kebijakan rakyat yang di titipkanya, lihat saja di media, satu kasus koropsi belum selesei sudah muncullagi kasus-kasus lainya, seperti menernak tikus-tikus got saja, anak tikus yang masih bari bisa jalan saja belum sempat keluar kandang sudah lahir lahi tikus dari induknya, kenapa saya istilahkan orang-orang yand di beri kesempatan untuk korupsi?karena yang terjadi adalah antrian yang memanjang untuk ikut gabung di dalamnya, artinyang menggiurkan, mungkin anda tidak mendapatkan kesempatan berada pada posisi mereka, sehingga kalau anda mendapatkan kesempatan seperti mereka mungkin saja anda akan sama melakukan hal buah peraturan baru yang menurut anda itu terbalik, apa itu? Kebohongan dan kejujuran, anda akan sedikit demi sedikit meletakanya keduanya tertukar, kalo anda memaknai bahwa hukum kebohongan itu teperti mereka, karena ketika anda masuk ssedak boleh di lakukan , dan kejujuran adalah perilaku baik dan di wajibkan, mungkin nanti di sana anda akan di uji dua hal itu, dan anda akan terbiasa lupa meletakan keduanya dengan tertukar, yaitu kejujuran akan salah ketika uang sudah ada di depan meja anda, dan kebohongan adalah kwajiban untuk mengamankan uang yang di depan anda tersampai di kantong atau rekening anda. lantas apakah saya kali ini membela dan mendukung  sebuah adat baru yang haram yang telah berjalan  dan menjadi budaya hari ini?tentu saja tidak, saya hanya mengajak anda melihat dan membaca, andakan ikan itu salah ya perlu di kaji ulang, karena kesalahan yang di biarkan akan menjadi benar oleh sendiribya, namun ketika di tinjau ulang akan menghasilkan kemajuan. tinggal kita memilih yang mana, asal tidak tertukar.  mendapatkan a segala kelembagaan yang bersifat structural Negara sudah di asumsikan sebagai lahan bisnis
Inilah kebudayaan baru negri ini, dan untuk langkah ke depan bagi generasi ini itu ada di benak kita semua, apakah status quo sebuah pelanggaran public kita dukung ataukah kita memulai dengan diri kita untuk berlaku jujur danselalu besyukur atas apa yang telah di anugerahkan gusti alloh kepada kita.

Template by:

Free Blog Templates