Oleh : Fathoer Akhiefiellah.
Kalau kita melihat hukum yang berlaku di negeri kita , apakh sudah berjalan semuanya sesuai peraturan yang berlaku , ataub sewajarnya sudah seperti itu, ?saya tidak mengajak saudara untuk menilai dan mencari kesalahan, dan melakukan pembenaran, atau juga memutuskan atas pemberlakuan hukum di negeri ini, toh saya tidak mengerti banyak tentang ilmu hukum, apa lagi mengajak anda untuk membuat hukum barru guna mengejsekusi ketimpangan hukum hari ini, namun kita semua sudah tau dan melihat sendiri dari kasus-kasus yang muncul di media masa yang intinya adalah pelanggaran-pelangaran yang di lakukan oleh orang-orang yang mempunyai kesempatan melakukan pelanggaran hokum. berita korupsi hamper tak pernah sepi dari berita media masa . koropsi yang di lakukan segelintir orang-orang kepercayaan negri ini yang di beri amanat rakyat untuk melaksanakan kebijakan rakyat yang di titipkanya, lihat saja di media, satu kasus koropsi belum selesei sudah muncullagi kasus-kasus lainya, seperti menernak tikus-tikus got saja, anak tikus yang masih bari bisa jalan saja belum sempat keluar kandang sudah lahir lahi tikus dari induknya, kenapa saya istilahkan orang-orang yand di beri kesempatan untuk korupsi?karena yang terjadi adalah antrian yang memanjang untuk ikut gabung di dalamnya, artinyang menggiurkan, mungkin anda tidak mendapatkan kesempatan berada pada posisi mereka, sehingga kalau anda mendapatkan kesempatan seperti mereka mungkin saja anda akan sama melakukan hal buah peraturan baru yang menurut anda itu terbalik, apa itu? Kebohongan dan kejujuran, anda akan sedikit demi sedikit meletakanya keduanya tertukar, kalo anda memaknai bahwa hukum kebohongan itu teperti mereka, karena ketika anda masuk ssedak boleh di lakukan , dan kejujuran adalah perilaku baik dan di wajibkan, mungkin nanti di sana anda akan di uji dua hal itu, dan anda akan terbiasa lupa meletakan keduanya dengan tertukar, yaitu kejujuran akan salah ketika uang sudah ada di depan meja anda, dan kebohongan adalah kwajiban untuk mengamankan uang yang di depan anda tersampai di kantong atau rekening anda. lantas apakah saya kali ini membela dan mendukung sebuah adat baru yang haram yang telah berjalan dan menjadi budaya hari ini?tentu saja tidak, saya hanya mengajak anda melihat dan membaca, andakan ikan itu salah ya perlu di kaji ulang, karena kesalahan yang di biarkan akan menjadi benar oleh sendiribya, namun ketika di tinjau ulang akan menghasilkan kemajuan. tinggal kita memilih yang mana, asal tidak tertukar. mendapatkan a segala kelembagaan yang bersifat structural Negara sudah di asumsikan sebagai lahan bisnis
Inilah kebudayaan baru negri ini, dan untuk langkah ke depan bagi generasi ini itu ada di benak kita semua, apakah status quo sebuah pelanggaran public kita dukung ataukah kita memulai dengan diri kita untuk berlaku jujur danselalu besyukur atas apa yang telah di anugerahkan gusti alloh kepada kita.
di dalamnya barangkali anda akan atau ini muncul berbagai pe, mengapa demikian, jiak melihat, cukup berhasil, terbukti satu ekor ayampun tak ada yang di hilang di maling, karena konon masyarakat di sana cukup kreatif dalam menyeleseikan problem masya rakatnya dengan pengetahuan pesantrenya dari warga-warganya yang kebanyaan melanglang buaana keluar kampungnya ke pesantren-pesantren di seluruh jawa, hal ini di buktikan, relitas hokum dari RT sampai RW nya yang cukup cakap mdletakkan hukum yang islami di sana, dan mentaati peraturan itu dengan kesadaran yang tinggi, ambil contoh saja, di desa itu tak ada seekor ayampun peliharaan warga yang bebas berkeliaran di sekitar rumah, apalagi main ke rumah tetangga, kalopun sampai ada ayam berkeliaran di jalanan maka di hukumi halal ketika harus di tangkap oleh anak-anak yang mengejarnya beramai-ramai dan menyemblihnya untuk di jadikan mayoran tau pesta bersama, berarti ayam itu keluar dari kandangnya, dan ketika hal itu terjadi tak ada satupun yang marah ataupun seseorang yang merasa memiliki ayam itu meminta ganti atas ayam yang telah di santap anak-anak, apalagi memaki bahwa ayam itu haram untuk di makan karena tidak ada hak yang membolehkan atas ayam itu di santap anak-anak . kalo di sadri bahwa di kampong ayam berkeliaran itu wajar, mulai si ayam cari makan me netangga sampai buang kotoranpun di ubin rumah tetangga, juga kadang kala buat kotoran di mushola, itu realitas di desa-desa yang umum kita ketahui, namun kali ini beda, di kampong itu untuk seekor ayampun di kenai peraturan, keluar kandang kok gak pamit sama sang tuan, maka ia halal hukumnya di lempar batu dan di buat mayoran tetangganya, dasar yang mereka pakai cukup sederhana, ketika si ayam sering membuat ulah dan berkeliaran seenaknya saja, menafkahi dirinya dengan memakan padi atau jagung tetangga yang sedang di panaskan di depan rumah tetangga, kalopun itu di biarkan menurut mereka si ayam tidak halal di makan, sang pemilik ayam karena pada kenyataanya si pemilik tidak menafkahi ayamnya, namun ayamnya yang menafkahi dirinya dengan mencuri makanan ke tetangganya, la di maklumi namanya saja hewan lahukmu alaih. terus apa persoalanya dan apa salah si ayam hingga ia di kenai hukum tahanan kandang, karena jika si ayam bebas begitu saja ketika sang pemilik ayam menyemblihnya otomatis dagingnya sebagisn yang menghaki tetangganya, karena si ayan juga makan di rumah tetangga, namun bila tak di sadari, si punya ayam makn ayam yang tak halal. nah sesulit itukah ketika kita di hadapkan dengan hukum halal haram?kalo kita menganggapnya bahwa hukum itu mempersulit hidup maka hukum itu tidak di berlakukan, sampai ada orang bilang”yang haram saja sulit apa lagi yang haram, dan ada yang bertanya kenapa yang enak enak itu di haramkan, lawong ayam itu halal kenapa jadi haram. tentu bukan semudah itu kita mempersepsikan bahwa alloh menjdikan hukum itu untuk mempersulit manusia, namun manusia yang mempersulit diri karenanya.
Untuk itulah hal itu cukup bosa di jadikan contoh bagi warga desa lainya, bahwasanya hukum itu di buat dan di jadikan tidak untuk di langgar, namun mereka untuk ayampun di kenakan hukum, , intinya mereka meyakini bahwa hukum di berlakukan demi kenyamanan bersama. tentu saja jika di anggap sepele hal itu sepele, namun jika di biarkan akan mengundang persoalan social di kampong itu, selain itu juga warga di kampong itu cukup sadar akan pembarlakuan hukum yang mereka buat, untuk pelanggaran warga atau warga luar di kampong itu yang se enaknya membawa miras dan meminumnya di wilayah itu maka ia di kenakan takzir atau denda berupa batu 6 kibik, kalau di muat dalam truk mini sekitar 2 truk, wah-wah sebegitukah besar hukumanya?apalagi mencuri, maka di kenakan tambahan 3 rit pasir atau 3 truk pasir, kalau di rupiahkan sekitar satu juta lebih, meskipun yang di curinya seekor anak ayam?ya tentu saja begitu kata kang imron yang merupakan warga di desa itu, yang menjelaskan yang namanya mencuri itu mengambil hak orang lain, entah ia hanya memetik daun singkog di kebun tetangganya untuk di makan kambingnya, yang namanya maling ya maling, la dalah `pa desa ini ingin menjadi desa sekuler?tunggu dulu, mereka tidak mengerti bahasa apa itu sekuler, tapi mereka memahami bahwa pemahaman yang mereka fahami dri ajaran islam adalah sebuah kesadaran yang tidak di paksakan, mereka dengan sadr mengaplikasikanya di kehidupan mereke demi ketentraman bersama.
Kesadaran masyarakat akan sebuah kedamaian akan cukup sederhana dan mudah di praktekan dalam kehidupanya bermasyarakat saat semua komponen dari dinamika social di dalamnya di fahami secara utuh sebagai tanggung jawab bersama sehingga dinamoka problem social di dalamnya akan terjawab oleh sebiuah gagasan yang di lahirkan dari yang namanya di sonngo bareng – bareng alias gotong royong, pemaknaan gotong royong ini tidak sekedar membangun bangunan fisik infrastruktur desa, namun membangun juga infrastruktur kesalehan social di dalamnya , yaitu dengan memberikan pemahaman bahwa ketrentaman dan nama baik desa ini adalah milik bersama dan harus di jaga secara keseluruhan dengan membangun jepribadian dalam setiap individual untuk sadar akan semuanya itu.
Kesalehan social dalam masyarakat akan terbentuk secara alami oleh yang namanya sebuah kebudayaan adat istiadat di dalamnya , ketika kebudayaan dalam desa tersebut menampilkan senyum–senyum dan keramahan maka sudah barang tentu masyarakat desa tersebut terwarisi kebudayaan yang ramah, ramah terhadap seluruh objeck yang di hadapinya.
0 komentar:
Posting Komentar