Jumat, 22 Februari 2013

Di bawah visi-misi Syahadatain



Di bawah visi-misi Syahadatain

Dalan ruang internal Islam, hidup damai di tengah perbedaan pendapat adalah sebuah kuwajaran, khususnya dalam masalah hukum Islam (fiqih)[1]. bukan hanya itu saja, semua mendambakan kedamaIan seluruh umat manusIa juga, dalam ajaran Islam di berikan nilai universalitas yang di kemas oleh yang namanya rahmatan lil alamin dan lakum dinuukum walIayadin. dalam internal Islam sendiri Kita tahu, sebenarnya perbedaan pendapat dalam masalah fiqih bukan lagi masalah baru, melainkan sudah ada sejak Rasulullah Saw wafat. Perbedaan masalah fiqih terus berkembang seiring, seiring dengan berkembangnya zaman dengan timbulnya masalah-masalah baru dalam kehidupan.          
Pasca Rasulullah wafat mulai timbul banyak perbedaan pendapat yang kemudIan melahirkan madzhab-madzhab, yang di antara madzhab-madzhab itu saling berdebat, dari perdebatan mereka yang tidak menemukan kesepakatan maka masing-masing memiliki dasar sendiri-sendiri y`ng kemudIann menimbulkan perselisihan, dari perselisihan itu berlanjut menjadi perang dingin, atau bahkan menyebabkan terjadinya benturan secara fisik maupun pertikaIan politis. seseorang yang fanatismenya begitu tinggi membuat dirinya terhijab dalam berpandangan dan memutuskan persoalan umat ataupun persoalan socIal di sekitarnya dengan cara ijtihad yang sempit.
Selain perbedaan yang di jelaskan di atas, tentu saja sebaliknya juga muncul Perbedaan ekternal di Islam, di luar Islam perbedaan itu muncul secara universal soal perbedaan keyakinan dalam perbedaan agama, sedang agama manusIa itu sendiri terbagi menjadi dua yaiti samawi dan ardhi. Agama samawi adalah agama yang di turunkan Allah di bumi dan di berikan kepada beberapa nabinya yang di bekali oleh kitab sebagai pegangan ajaranya, dari zabur, taurat, injil dan kemudIann di sempurnakan oleh Al-Qur’an. Atau mengutip”fersi pengertIan lain, Agama Samawi adalah agama langit yang bertujuan supaya pihak bumi bisa mengerti tentang langit (dimulai dengan inisIatif pihak langit). Oleh karena itu, pemahaman dalam agama samawi melibatkan penggambaran yang ada di bumi / hal-hal yang diindera / hal-hal yang dibentuk oleh manusIa seperti, kerajaan, sifat-sifat manusIa, gembala, anak, Bapa, hukuman, penghakiman, raja,dll. Intinya ‘membumikan’ yang ada di langit, supaya yang di bumi mengerti.
Sedangkan Agama Ardhi, dengan inisIatif manusIa sendiri, bertujuan mencoba memahami alamnya maupun alam-alam lain termasuk langit dengan menggunakan nalar, pengamatan dan pengalamannya bahkan dengan tujuan mendekatkan diri sebisa mungkin atu semaksimal mungkin dengan langit. Apakah Agama Samawi lebih baik dari Agama Ardhi? Belum tentu Langit tidak bisa ‘di bumikan’ tanpa resiko atau 100% tanpa perubahan arti. Mungkinkah Tuhan membukukan diriNya sendiri? Mau setebal apa buku itu? Kalaupun sudah dibukukan, pasti ada penyesuaIan-penyesuaIan dan menggunakan ‘hal-hal bumi’ untuk menggambarkanNya. Lebih jauh lagi, buku surgawi ini tidak boleh diganggu gugat. Kalau ditemukan ada yang salah berarti yang membaca dan memahaminya-lah yang salah. Bukti-bukti kebesaran atau keagungan ilahi yang ada di bumi harus sesuai dengan buku surgawi ini. Kalau tidak sesuai,ya DISESUAIKAN.
Dengan demikIan manusIa di mata Agama Samawi ini adalah benar-benar lemah dan dilemahkan secara mind-setting. [2]
Dan inilah yang kemudIan menjadi sebuah fenomena universal yang seharusnya di respon setIap agama termasuk di dalamnya Islam yang ajaranya mengajarkan”universalitas Islam rahmatan lil alamin.
perbedaan secara universal, ini tentu saja akan menjadikan umat manusIa berselisih antar sesamanya, seperti juga dalam Islam itu sendiri, perselisihan ini semisal dapat kita lihat dalam sejarah peperangan antar agama, perang salib, dan sampai peperangan lainya, samapi hari ini juga semua ini masih berlangsung baik tampak dalam mata maupun kasat mata . di sadari tidak kita hidup di IndonesIa ini berdampingan dengan apa yang tertulis di atas,.
Seperti halnya juga penganut agama lain yang mempunyai tujuan dalam agamanya, begitu juga umat Islam mempunyai Tujuan sendiri dalam agamanya (sekularitas) dan yakin bahwa Al-Qur’an di ciptakan untuk di aktualisasikan seluruh umat manusIa tanpa terkecuali, atau juga dalam bahasa sar’I islam yaitu menyembah sang pencipta dan mengharapkan ridlo Allah, khusnul khotimah dan daholal jannah. seperti cerita imajiner yang di buat amin rais berikut. ”dan di lukiskan sebagai gambaran perbedaan dalam internal Islam yang berahir pada ahir tujuan yang sama dari sebuah hidup yaitu hakekat kekelan akherat, dengan bahasa belIau yang kocak”
“besok di akhirot banyak yang kecele”dalam arti positif”suatu ketika besok di surga orang-orang muhammadiyah sedang bercengkrama, melihat pemandangan indah sambil minum kopi susu. tiba-tiba mereka bertemu orang NU, Yang membuat si muhammadiyah kaget”lho dulu anda kan suka tahlilan, qunutan, dan lain-lain, kok bisa masuk surga? si NU lalu berucap”lho saya juga kaget, anda tidak pernah qunut, tahlilan, dan lain-lain kok bisa masuk surga? lalu kemudIan datang MDI berbaju kuning, yang ternyata juga masuk surga. KemudIann orang irak, Brunei, dan seterusnya …lalu mereka bilang”ini apa-apan?. . . . . [3]
Secara umum Islam rahmatan lilalamin bagi seluruh umat manusIa, ajaranya tidak memaksakan untuk menolak keseluruhan kebudayaan yang di ciptakan manusIa sebelum datangnya Islam, terutama di IndonesIa yang sarat dengan kekayaan kebudayaan secara khusus di sinilah novel ini akan mencoba meletakan antara kedudukan kebudayaan dan ajaran agamaa Islam, sehingga tidak mencampuradukan keduanya yang akhirnya terjadi pemahaman salah kaprah dan penolakan keras atas dasar agama dengan klaim-klaim sangat keras seperti pengkafiran, bid’ah, kurafatt ataupun musrik, dengan expresif yang tidak menampilkan damainya ajaran agama.
Meskipun Pada fuqoha sekaliber Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i juga tak lupa menasehati kita untuk menjadikan sunnah sebagai madzhabnya. Imam Abu Hanifah pernah menyatakan, Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku. Senada dengan pernyataan Imam Syafi‘i” ―terkadang di antara para imam ada yang menyelisihi sunnah yang belum atau tidak sampai kepada mereka, maka mereka memerintahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menjadikan sunah tersebut termasuk madzhab mereka semuanya [4].
Secara khusus juga Di tuliskanya novel ini bukan maksud penulis mengungkit luka lama dan mengungkap perbedaan -perbedaan umat Islam yang selama ini bersitegang saling mencari kebenaran masing-masing, yang ternyata hari ini sudah mereda terutama antara NU dan Muhammadiyah, keduanya telah bisa berjabat tangan erat dan di fahami oleh warganya-warganya, bahwa perbedaan yang selama ini mereka fanatiskan adalah sebagai rahmat yang sekarang ini bisa di mengerti. Datangnya statemen pemurnIan Islam yang muncul hari ini cukup ramai di perbincangan mayoritas umat Islam IndonesIa yang mengklaim wahabi adalah pembawanya dan ternyata bukanlah isapan jempol belaka, fakta ini dapat kita rasakan dan buktikan dari fenomena yang hari ini ada di sekitar keberagaman dan kegelisahan sebagaIan umat islam IndonesIa yang merasa terdesak oleh sebuah praktek keagamaan yang di rasakan baru ada, selain itu di sebuah desa yang warganya mulai gelisah menerima model pelaksanaan ajaran Islam yang di bawa oleh salah satu tetangganya yang baru pulang jadi TKI dari makkah dengan mempraktekan sar’I tidak seperti sebelumnya Ia berangkat jadi TKI, yangKemudIan di tanggapi masyarakat di rasa mereka adalah hal baru dalam Islam. tentu saja ini akan menambah nuansa keberagaman aliran-aliran dalam Islam di IndonesIa yang di tanggapi dengan varIatif baik penolakan cuek, ataupun sepakat denganya, dan selama penyampaIan ajaran keagamaan mereka tidak memaksa dengan latar belakang fundamentalisnya, dan sekularitasnya maka tidak masalah, akan tetapi akan ada efek tertentu dengan adanya hal baru tersebut bagi INTERNAL mayoritas umat Islam yang berdampingan erat dengan kultur dan kebudayaan yang kental dan tak mungkin untuk bisa di pisahkan, dengar rasionalisasi bahwabangsa IndonesIa kodratnya di lahirkan di tengah ragamnya suku dan adat yang kemudIan menerima islam tanpa harus meninggalkan adatnya yang jelas-jelas berbeda dari kultur dan kebudayaan lakhirnya islam yaitu Makkah.
 Di sisi lain problem EKSTERNAL yang di hadapi umat Islam yaitu Seperti halnya kenyataan yang terjadi hari ini yaitu tantangan dari luar di antaranya yang paling konkrit, klaim teroris yang serta merta di tuduhkan kepada seluruh penganut umat Islam, selain itu juga karena alasan tertentu muncul pemurtadan beberapa kelompok terhadap beberapa penganut agama Islam.
            Nah Untuk memahami alur yang akan di suguhkan, dan pembaca tidak keluar dari maksud dan tujuan penulisan Novel ini, maka penulis, akan menjelaskanya dalam tIap plot dengan batasan tertentu”
Yang pertama”novel ini mengangkat tema besar perbedaan umat Islam, yang Menempatkan dikotomi pemahan Islam yang sangat kompleks di negeri ini di tanggapi dengan, tawasuth, tawazun juga tasammuh antar penganut aliran lainya, yang di wujudkan dengan Mendudukan semuanya dengan tenang di sebuah payung besar umat Islam yaitu SYAHADAT, Dengan sepakat bahwa semua aliran tidak keluar dari nilai ajaran Al-Qur’an dan hadist. dan menerima perbedaan yang ada baik kultur ataupun budaya yang terlepas dari ajaran agama”yang jelas-jelas tidak semua menyimpang dari ajaran Islam“.
            Syahadat adalah ikrar setIap orang yang akan mengaku dirinya sebagai muslim, Syahadat juga merupakan payung yang memayungi seluruh pemahaman yang kompleks di dalamnya Payung Syahadat inilah yang merupakan simbolisasi yang mengikat ikhwan muslim satu dengan lainya yang ketika di realisasikan akan mewujudkan kekuatan besar yang mampu menjadi benteng kuat Islam dalam menghadapi persaingan-persaingan, dan serangan-serangan dari luar yaitu semisal klaim terorisme, dan pemurtadan yang semakin nyata dan mengikis kekuatan dalam internal dan eksternal Islam . dan di sinilah kita akan menemukan jawaban atas problem internalnya yaitu konflik perbedaan pendapat seperti yang di ungkap di atas dengan membentuk satu visi”DI BAWAH PAYUNG SYAHADAT ( MEMBUKA TABIR-TABIR CINTA )
Dalam sebuah buku yang berjul Al-Fathu Ar-Rabbani”jalan hidup sang kekasih Allah”syekh Abdul Qodir al jaelani berkata”
            Wahai pemuda engkau di ciptakan bukan untuk tinggal selamanya di dunIa dan bersenang-senang di dalamnya, enkau juga harus lenerima dan menaati Allah Azzawajalla dengan ikrar”Lailaha illa Allah Muhammadad Rosul Allah”
Tapi semua ini saja belumcukup, kecuali engkau tambahklan lagi hal lain . Iman adalah (sinergi )
Ucapan dan tindakan . ucapan syahadat saja tidak akan bermanfaat dan di terima JIKA KALIAN TETAP MELAKUKAN TINDAKAN MAKSIAT DAN DURJANA, SERTA MENENTANG AL-HAQ ‘Azza wajalla, bahkan meninggalkan sholat, puasa, sedekah dan amal-amal kebajikan . [5]
            YANG KEDUA”Lakum dinukum waliyadin dan status kewarga negaraan yang di naungi PANCASILA dengan bineka tunggal ika sebagai symbol damainya sebuah bangsa tetaplah akan di pegang oleh umat muslim dalam rangka kerukunan umat beragama, terlepas dari itu semua bahwa kita ( umat Islam ) perlu melihat keluar bahwa banyak agama di luar Islam yang memfokuskan memperhatikan kondisi lemahnya perekonomIan rakyat yang itu merupakan bukti respon mereka terhadap situasi socIal kebangsaan, dan selayaknya patutlah di respon juga oleh umat Islam dengan menunjukan diri setIap muslim seperti yang tuntuknkan nabi Muhammad kepada umatnya yaitu nilai rahmatan lil alamin, dengan demikIan umat Islam tidak menyibukan dirinya dalam konflik perbedaan (khilafIah syarIat yang di ajarkan Muhammad Saw) dengan sesamanya yang tIada ujungnya karena semua saling klaim dan mencari kebenaran masing-masing yang di anggapnya paling benar.
Ketiga”Berangkat dari problem besar itulah, penulis mencoba untuk menggambarkan dalam berntuk cerita fiksi yang di dalamnya juga di tambahkan beberapapa ulasan yang berdasarkan fakta yang tercakup didalamnya karakter-karakter penokohan yang menggambaran perbedaan realis selama ini dalam lingkup problem internal dan eksternal umat Islam. Selain itu juga memperlihatkan dampak socIalnya yang begitu kentara sampai saat ini. Yang secara umum ketika semua agama di IndonesIa di hadapkan pada problem besar kebangsaan ( korupsi, perpecahan suku, ras juga agama itu sendri, rusaknya mental generasi dan jauh dari ruh agama) dan merupakan tanggung jawab semu`, haruslah mampu menjawab dan membuktikanya dengan menyeleseikanya secara bersama di bawah naungan ”bhineka tunggal ika dan pancasila”serta di barengi rasa saling menghargai oleh masing-masing agama dengan kesadaran bahwa kedamaIan sebuah bangsa adalah tanggung jawab bersama dan seluruh rakyat IndonesIa .
Secara umum Dalam novel ini mencoba menggait minat baca para pemuda-pemudi Islam khususnya dan pemuda-pemudi pada umumnya Untuk menikmati karya fiksi sederhana ini untuk di ajak menyikapi persoalan kebangsaan dan globalisasi yang sebenarnya nyata, yang selama ini cukup halus membius, melenakan, dan menghipnotis mereka saat ini, dan membentuk karakter individualis akibat sibuk dengan live stylenya yang telah lepas kendali dari tuntunan agama dan budaya ketimuranya, dan di rasakan semakin jauh dari ruh agama, yang mengajarkan nilai universal, kesalehan socIal, juga ketaqwaan .
Dan Untuk menganalisa terhadap kompleksnya persoalan yang di ungkap dalam novel ini, penulis memberikan batasan secara khusus lebih menonjolkan pada internal Islam dalam konteks pemahaman Al-Qur’an dan hadist sebagai sumber ajaranya, sebagaimana penulis bertujuan secara khusus mengajak umat Islam untuk lebih memaknai esensi ajaran dari pada perbedaanya.
[1] M. Yusuf Amin Nugroho, Ebook. fiqh ihtilaf NU –MUHAMMADIYAH, hal2.
[2] http://filsafat. kompasIana. com/2011/04/01/ironisme-agama-samawi-agama-ardhi/
[3] Dr. A. syafi’I Ma’arif. Muhammadiyah dan NU” Reorientasi Wawasan KeIslaman . LPPI UMY, LKPSM NU …. 1993
[4] M. Yusuf Amin Nugroho, Ebook. fiqh ihtilaf NU –MUHAMMADIYAH. hal
[5] Syekh Abdulul qodir al-jailani . tarjamah AL-FATHU ARROBANI, WAL-FAIDHU AR-RAHMANI . diva press2010. hal181













Kamis, 14 Februari 2013

Hikmah-hikmah cinta (Cuplikan my novel)

BAGIAN 9
Hikmah-hikmah cinta DI PESANTREN
syarat cinta adalah menyetujui tanpa membantah
dan syarat permusyuhan adalah menentang,
serahkanlah diri kalian kepada  Tuhan kalian,
dan ridholah menerima pengaturaNya
di dunia dan akhirat. [1]
 MATANYA  dari ke hari telah bersinar, sekarang ia bisa menikmati keindahan yang semula tertutupi hatinya, oleh riya’ ujub dan takaburnya, sekarang ia bisa melihat dirinya meskipun tanpa sebuah kaca di hadapannya. Dan alamlah yang menjadi cermin kehidupannya.

suasana pesantren semakin meneguhkan tekadnya, peranya dulu sebagai aktifis kampus kini berangsur-angsur ternetralisir oleh suasana yang ada, dulu yang ada di benaknya tak lebih dari egonya, Semakin menarik saja pesantrennya ini, gumamnya dalam hati, untuk lihat dan tahu cewek cantik saja dalam 1 minggu pun 1 X sudah beruntung, karena pondok putra-putri terhalang oleh ndalem yai.
Benar adanya, bila ada sekelebat gadis lewat depan ndalem, itu merupakan berkah buat santri, bayangkan saja, untuk 1 minggu saja kesempatan itu tak musti ada.
 
Setelah Farhan pulang dari madrasah Farhan bergegas menuju kamar kang Abdul.
Farhan “dull… kang Abdul, tolong Bantu sawirkan kitabnya, AL -fiyahnya, 
anu kang tadi ketinggalan maknanya, maklum Farhan santri baru belum bisa cepat memaknai kitab gandul”.
Abdul “sini tak lihat, lafadh apa kang?”
Farhan “ini low kang lafad yabg satu baris ini….”
Abdul “ladalah, kamu itu gimana, ngaji kok sampai ketinggalan satu baris, tadi gak mendengarkan ya? apa kamu tidur han!”
Farhan  iya kang, habis kecapekan tadi di kebun”.
Abdul  “coba lafadnya di baca”.
Bismillairrohmaanirrohiim…. Teks Surat An Nahl Ayat 125[1]


 
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang  baik.  Sesungguhnya Tuhanmu Dialah  yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”
Abdul “dengarkan dan siapkan polpenya dan tulis, tuh polpenya di clup dulu ke mangsi”.

 

Farhan “di murodi sekalian kang !”
Abdul “aduh han, han…oke dengarkan ya”. ”Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan penuh hikmah dan nasehat yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang paling bagus”.

 
Farhan “maksudnya, ayat ini menyeru kita untuk melakukan perbuatan baik dan melarang (menjauhi) perbuatan yang bertentangan dengan agama”. [1]
            Kata hikmah disini bisa mengandung makna hukum. sebenarnya ia pernah mendengar tafsiran  tujuan dari ayat ini dari Ayahnya yang menjelaskan padanya “bahwa dalam penyampaian dakwah kita akan menghadapi beberapa macam orang, orang umum, orang awam maka kita ketika berbicara denganya kita menggunakan bahasa mauidzoh, contohnya pengajian umum, para Kyai mengunakan bahasa mauidzoh, yang kedua bila kita berhadapan orang ahli hukum, maka kita menggunakan bahasa hikmah, bahasa yang lebih tinggi dari bahasa mauidzoh, karena mereka ahli hikmah pandai berdebat, jadi kita harus sabar dan baik meladeninya”, Farhan  “kenapa begitu, kan sama saja kang, orang awan juga kadang ngeyel kalau di bilangi”.
“Nah betul juga kang, tapii… ini akan menempatkan penyampaian kita tidak salah tempat dan salah faham, ataupuan nanti jadi buat orang fahamnya salah karena kemampuanya berfikir rendah. di ibaratkan, ketika kita bicara dengan orang awam bahasanya juga biasa saja, jangan sampai kalo bayi kita kasih daging, sedang kita bicara dengan ahli hikmah dengan mauidzoh pastinya Ia terendahkan ilmunya, di ibaratkan

orang dewasa netek susu ibunya lagi, maka ingat, jangan sampai kee-baaa--lik!”
Farhan, “hii horrrooor….!!!”.
“Looww, bukan gitu han,, serius ini…”
“Iya-iya kang…Farhan dengar sabda njenengan,, xixixixixi.”
Abdul kembali lanjutka penjelasanya, orang awam ibarat bayi, Ia hanya mampu menerima asi, sebaliknya ahli hikmah, Ia pintar debat dan menjawab, maka kita suguhkan Ia daging, jangan terbalik, anak kecil di kasih daging, orang tua kamu kasih netek ke ibu,,, hehehehe…
“Oow,, begitu….ya kang…aku baru faham…..hmmm…”
“Insya Allah, itu qoul di nukil dari Imam besar kita Imam ghozali”.
Farhan “1 lagi kang, kalao Kyai waktu ngaji kadang Ia menambahkan Tanbih, apa maksudnya?”
Abdul “Maksudnya, mengingatkan, Kyai mengingatkan kita agar tidak melupakan aturan pondok juga mengingatkan kita untuk kembali menelaah apa yang pernah Ia sampaikan ke kita, karena kita terkadang lupa juga ngglonjom[1], begonooook kaang!!!!”

 
Ia pun  memahami apa yang selama ini ia gelisahkan di rumah, banyak hal Ia pelajari dari hukum fiqih, tafsir, hadist dan tauhid yang di pesantrenya yang cenderung mengajarkan tasawuf  yaitu jalan mencapai kemurnian jiwa  kepa Tuhan sejati akan kebenaran wahyu ilahi yang telah di turunkan kepada rosulnya dalam pengertIan syariat yang jelas. [1]


[1] H. Soloeman Fadeli . Muhammad SUbhan . S. sos . antologi NU I. KHALISTA SURABAYA. 2007. Hal152.


[1] Glonjom”ndablek, nakal, seenaknya sendiri


[1] H. Soloeman Fadeli . Muhammad SUbhan . S. sos . antologi NU I. KHALISTA SURABAYA. 2007. Hal112.


[1] Asbab  An-Nuzul Surat An Nahl ayat 125 :  Para mufasir berbeda pendapat seputar sabab an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah, Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya  ayat tersebut,lihat: Al-Wahidi, Al Wajid fi Tafsir Kitab Al Ajizi,  Mawaqi’ At-Tafasir ,Mesir, tt, hal. 440/ 1.Lihat juga: Al-Wahidi An- Nasyabury, Asbâb an-Nuzul, Mawaqiu’ Sy’ab, t-tp, tt, 191/1. Abu Al-Fida Ibn Umar Ibn Katsir,  Tafsir Al-Qur’an Al –Adzim, Tahqiq oleh Samy bin Muhammad Salamah, Dar at-Thoyyibah Linasyri Wa Tawji’, Madinah , 1420 H, Hal.613/IV. Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an- nuzul-nya (andaikata ada sabab an-nuzul-nya). Sebab, ungkapan yang ada memberikan pengertian umum. Ini berdasarkan kaidah ushul


[1] Syekh Abdulul qodir al-jailani . tarjamah AL-FATHU ARROBANI, WAL-FAIDHU AR-RAHMANI . diva press2010. hal298

Template by:

Free Blog Templates