Kamis, 14 Februari 2013

Hikmah-hikmah cinta (Cuplikan my novel)

BAGIAN 9
Hikmah-hikmah cinta DI PESANTREN
syarat cinta adalah menyetujui tanpa membantah
dan syarat permusyuhan adalah menentang,
serahkanlah diri kalian kepada  Tuhan kalian,
dan ridholah menerima pengaturaNya
di dunia dan akhirat. [1]
 MATANYA  dari ke hari telah bersinar, sekarang ia bisa menikmati keindahan yang semula tertutupi hatinya, oleh riya’ ujub dan takaburnya, sekarang ia bisa melihat dirinya meskipun tanpa sebuah kaca di hadapannya. Dan alamlah yang menjadi cermin kehidupannya.

suasana pesantren semakin meneguhkan tekadnya, peranya dulu sebagai aktifis kampus kini berangsur-angsur ternetralisir oleh suasana yang ada, dulu yang ada di benaknya tak lebih dari egonya, Semakin menarik saja pesantrennya ini, gumamnya dalam hati, untuk lihat dan tahu cewek cantik saja dalam 1 minggu pun 1 X sudah beruntung, karena pondok putra-putri terhalang oleh ndalem yai.
Benar adanya, bila ada sekelebat gadis lewat depan ndalem, itu merupakan berkah buat santri, bayangkan saja, untuk 1 minggu saja kesempatan itu tak musti ada.
 
Setelah Farhan pulang dari madrasah Farhan bergegas menuju kamar kang Abdul.
Farhan “dull… kang Abdul, tolong Bantu sawirkan kitabnya, AL -fiyahnya, 
anu kang tadi ketinggalan maknanya, maklum Farhan santri baru belum bisa cepat memaknai kitab gandul”.
Abdul “sini tak lihat, lafadh apa kang?”
Farhan “ini low kang lafad yabg satu baris ini….”
Abdul “ladalah, kamu itu gimana, ngaji kok sampai ketinggalan satu baris, tadi gak mendengarkan ya? apa kamu tidur han!”
Farhan  iya kang, habis kecapekan tadi di kebun”.
Abdul  “coba lafadnya di baca”.
Bismillairrohmaanirrohiim…. Teks Surat An Nahl Ayat 125[1]


 
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang  baik.  Sesungguhnya Tuhanmu Dialah  yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”
Abdul “dengarkan dan siapkan polpenya dan tulis, tuh polpenya di clup dulu ke mangsi”.

 

Farhan “di murodi sekalian kang !”
Abdul “aduh han, han…oke dengarkan ya”. ”Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan penuh hikmah dan nasehat yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang paling bagus”.

 
Farhan “maksudnya, ayat ini menyeru kita untuk melakukan perbuatan baik dan melarang (menjauhi) perbuatan yang bertentangan dengan agama”. [1]
            Kata hikmah disini bisa mengandung makna hukum. sebenarnya ia pernah mendengar tafsiran  tujuan dari ayat ini dari Ayahnya yang menjelaskan padanya “bahwa dalam penyampaian dakwah kita akan menghadapi beberapa macam orang, orang umum, orang awam maka kita ketika berbicara denganya kita menggunakan bahasa mauidzoh, contohnya pengajian umum, para Kyai mengunakan bahasa mauidzoh, yang kedua bila kita berhadapan orang ahli hukum, maka kita menggunakan bahasa hikmah, bahasa yang lebih tinggi dari bahasa mauidzoh, karena mereka ahli hikmah pandai berdebat, jadi kita harus sabar dan baik meladeninya”, Farhan  “kenapa begitu, kan sama saja kang, orang awan juga kadang ngeyel kalau di bilangi”.
“Nah betul juga kang, tapii… ini akan menempatkan penyampaian kita tidak salah tempat dan salah faham, ataupuan nanti jadi buat orang fahamnya salah karena kemampuanya berfikir rendah. di ibaratkan, ketika kita bicara dengan orang awam bahasanya juga biasa saja, jangan sampai kalo bayi kita kasih daging, sedang kita bicara dengan ahli hikmah dengan mauidzoh pastinya Ia terendahkan ilmunya, di ibaratkan

orang dewasa netek susu ibunya lagi, maka ingat, jangan sampai kee-baaa--lik!”
Farhan, “hii horrrooor….!!!”.
“Looww, bukan gitu han,, serius ini…”
“Iya-iya kang…Farhan dengar sabda njenengan,, xixixixixi.”
Abdul kembali lanjutka penjelasanya, orang awam ibarat bayi, Ia hanya mampu menerima asi, sebaliknya ahli hikmah, Ia pintar debat dan menjawab, maka kita suguhkan Ia daging, jangan terbalik, anak kecil di kasih daging, orang tua kamu kasih netek ke ibu,,, hehehehe…
“Oow,, begitu….ya kang…aku baru faham…..hmmm…”
“Insya Allah, itu qoul di nukil dari Imam besar kita Imam ghozali”.
Farhan “1 lagi kang, kalao Kyai waktu ngaji kadang Ia menambahkan Tanbih, apa maksudnya?”
Abdul “Maksudnya, mengingatkan, Kyai mengingatkan kita agar tidak melupakan aturan pondok juga mengingatkan kita untuk kembali menelaah apa yang pernah Ia sampaikan ke kita, karena kita terkadang lupa juga ngglonjom[1], begonooook kaang!!!!”

 
Ia pun  memahami apa yang selama ini ia gelisahkan di rumah, banyak hal Ia pelajari dari hukum fiqih, tafsir, hadist dan tauhid yang di pesantrenya yang cenderung mengajarkan tasawuf  yaitu jalan mencapai kemurnian jiwa  kepa Tuhan sejati akan kebenaran wahyu ilahi yang telah di turunkan kepada rosulnya dalam pengertIan syariat yang jelas. [1]


[1] H. Soloeman Fadeli . Muhammad SUbhan . S. sos . antologi NU I. KHALISTA SURABAYA. 2007. Hal152.


[1] Glonjom”ndablek, nakal, seenaknya sendiri


[1] H. Soloeman Fadeli . Muhammad SUbhan . S. sos . antologi NU I. KHALISTA SURABAYA. 2007. Hal112.


[1] Asbab  An-Nuzul Surat An Nahl ayat 125 :  Para mufasir berbeda pendapat seputar sabab an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah, Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya  ayat tersebut,lihat: Al-Wahidi, Al Wajid fi Tafsir Kitab Al Ajizi,  Mawaqi’ At-Tafasir ,Mesir, tt, hal. 440/ 1.Lihat juga: Al-Wahidi An- Nasyabury, Asbâb an-Nuzul, Mawaqiu’ Sy’ab, t-tp, tt, 191/1. Abu Al-Fida Ibn Umar Ibn Katsir,  Tafsir Al-Qur’an Al –Adzim, Tahqiq oleh Samy bin Muhammad Salamah, Dar at-Thoyyibah Linasyri Wa Tawji’, Madinah , 1420 H, Hal.613/IV. Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an- nuzul-nya (andaikata ada sabab an-nuzul-nya). Sebab, ungkapan yang ada memberikan pengertian umum. Ini berdasarkan kaidah ushul


[1] Syekh Abdulul qodir al-jailani . tarjamah AL-FATHU ARROBANI, WAL-FAIDHU AR-RAHMANI . diva press2010. hal298

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates