Di
bawah visi-misi Syahadatain
Dalan
ruang internal Islam, hidup damai di tengah perbedaan
pendapat adalah sebuah kuwajaran, khususnya dalam masalah hukum Islam (fiqih)[1].
bukan hanya itu saja, semua mendambakan kedamaIan seluruh umat manusIa juga,
dalam ajaran Islam di berikan nilai universalitas yang di kemas oleh yang
namanya rahmatan lil alamin dan lakum dinuukum walIayadin. dalam internal Islam
sendiri Kita tahu, sebenarnya perbedaan pendapat dalam masalah fiqih bukan lagi
masalah baru, melainkan sudah ada sejak Rasulullah Saw wafat. Perbedaan masalah
fiqih terus berkembang seiring, seiring dengan berkembangnya zaman dengan
timbulnya masalah-masalah baru dalam
kehidupan.
Pasca Rasulullah wafat mulai timbul
banyak perbedaan pendapat yang kemudIan melahirkan madzhab-madzhab, yang di
antara madzhab-madzhab itu saling berdebat, dari perdebatan mereka yang tidak
menemukan kesepakatan maka masing-masing memiliki dasar sendiri-sendiri y`ng
kemudIann menimbulkan perselisihan, dari perselisihan itu berlanjut menjadi
perang dingin, atau bahkan menyebabkan terjadinya benturan secara fisik maupun
pertikaIan politis. seseorang yang fanatismenya begitu tinggi membuat dirinya
terhijab dalam berpandangan dan memutuskan persoalan umat ataupun persoalan
socIal di sekitarnya dengan cara ijtihad yang sempit.
Selain perbedaan yang di jelaskan di
atas, tentu saja sebaliknya juga muncul Perbedaan ekternal di Islam, di luar
Islam perbedaan itu muncul secara universal soal perbedaan keyakinan dalam
perbedaan agama, sedang agama manusIa itu sendiri terbagi menjadi dua yaiti
samawi dan ardhi. Agama samawi adalah agama yang di turunkan Allah di bumi dan
di berikan kepada beberapa nabinya yang di bekali oleh kitab sebagai pegangan
ajaranya, dari zabur, taurat, injil dan kemudIann di sempurnakan oleh
Al-Qur’an. Atau mengutip”fersi pengertIan
lain, Agama Samawi adalah agama langit yang bertujuan supaya pihak bumi bisa
mengerti tentang langit (dimulai dengan inisIatif pihak langit). Oleh karena
itu, pemahaman dalam agama samawi melibatkan penggambaran yang ada di bumi /
hal-hal yang diindera / hal-hal yang dibentuk oleh manusIa seperti, kerajaan,
sifat-sifat manusIa, gembala, anak, Bapa, hukuman, penghakiman, raja,dll.
Intinya ‘membumikan’ yang ada di langit, supaya yang di bumi mengerti.
Sedangkan
Agama Ardhi, dengan inisIatif manusIa sendiri, bertujuan mencoba memahami
alamnya maupun alam-alam lain termasuk langit dengan menggunakan nalar,
pengamatan dan pengalamannya bahkan dengan tujuan mendekatkan diri sebisa
mungkin atu semaksimal mungkin dengan langit. Apakah Agama Samawi lebih baik
dari Agama Ardhi? Belum tentu Langit tidak bisa ‘di bumikan’ tanpa resiko atau
100% tanpa perubahan arti. Mungkinkah Tuhan membukukan diriNya sendiri? Mau
setebal apa buku itu? Kalaupun sudah dibukukan, pasti ada
penyesuaIan-penyesuaIan dan menggunakan ‘hal-hal bumi’ untuk menggambarkanNya.
Lebih jauh lagi, buku surgawi ini tidak boleh diganggu gugat. Kalau ditemukan
ada yang salah berarti yang membaca dan memahaminya-lah yang salah. Bukti-bukti
kebesaran atau keagungan ilahi yang ada di bumi harus sesuai dengan buku
surgawi ini. Kalau tidak sesuai,ya DISESUAIKAN.
Dengan
demikIan manusIa di mata Agama Samawi ini adalah benar-benar lemah dan
dilemahkan secara mind-setting. [2]
Dan inilah yang kemudIan menjadi sebuah
fenomena universal yang seharusnya di respon setIap agama termasuk di dalamnya
Islam yang ajaranya mengajarkan”universalitas Islam rahmatan lil alamin.
perbedaan secara universal, ini tentu
saja akan menjadikan umat manusIa berselisih antar sesamanya, seperti juga
dalam Islam itu sendiri, perselisihan ini semisal dapat kita lihat dalam
sejarah peperangan antar agama, perang salib, dan sampai peperangan lainya,
samapi hari ini juga semua ini masih berlangsung baik tampak dalam mata maupun
kasat mata . di sadari tidak kita hidup di IndonesIa ini berdampingan dengan
apa yang tertulis di atas,.
Seperti halnya juga penganut agama lain
yang mempunyai tujuan dalam agamanya, begitu juga umat Islam mempunyai Tujuan
sendiri dalam agamanya (sekularitas) dan yakin bahwa Al-Qur’an di ciptakan
untuk di aktualisasikan seluruh umat manusIa tanpa terkecuali, atau juga dalam
bahasa sar’I islam yaitu menyembah sang pencipta dan mengharapkan ridlo Allah,
khusnul khotimah dan daholal jannah. seperti cerita imajiner yang di buat amin
rais berikut. ”dan di lukiskan sebagai gambaran perbedaan dalam internal Islam
yang berahir pada ahir tujuan yang sama dari sebuah hidup yaitu hakekat kekelan
akherat, dengan bahasa belIau yang kocak”
“besok
di akhirot banyak yang kecele”dalam arti positif”suatu ketika besok di surga
orang-orang muhammadiyah sedang bercengkrama, melihat pemandangan indah sambil
minum kopi susu. tiba-tiba mereka bertemu orang NU, Yang membuat si
muhammadiyah kaget”lho dulu anda kan suka tahlilan, qunutan, dan lain-lain, kok
bisa masuk surga? si NU lalu berucap”lho saya juga kaget, anda tidak pernah
qunut, tahlilan, dan lain-lain kok bisa masuk surga? lalu kemudIan datang MDI
berbaju kuning, yang ternyata juga masuk surga. KemudIann orang irak, Brunei,
dan seterusnya …lalu mereka bilang”ini apa-apan?. . . . . [3]
Secara umum Islam rahmatan lilalamin
bagi seluruh umat manusIa, ajaranya tidak memaksakan untuk menolak keseluruhan
kebudayaan yang di ciptakan manusIa sebelum datangnya Islam, terutama di
IndonesIa yang sarat dengan kekayaan kebudayaan secara khusus di sinilah novel ini akan mencoba meletakan antara
kedudukan kebudayaan dan ajaran agamaa Islam, sehingga tidak mencampuradukan
keduanya yang akhirnya terjadi pemahaman salah kaprah dan penolakan keras atas
dasar agama dengan klaim-klaim sangat keras seperti pengkafiran, bid’ah,
kurafatt ataupun musrik, dengan expresif yang tidak menampilkan damainya ajaran
agama.
Meskipun Pada fuqoha
sekaliber Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i juga tak lupa menasehati kita untuk
menjadikan sunnah sebagai madzhabnya. Imam Abu Hanifah pernah menyatakan,
Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku.
Senada dengan pernyataan Imam Syafi‘i” ―terkadang di antara para imam ada yang
menyelisihi sunnah yang belum atau tidak sampai kepada mereka, maka mereka
memerintahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menjadikan
sunah tersebut termasuk madzhab mereka semuanya [4].
Secara khusus juga Di tuliskanya novel ini bukan maksud penulis mengungkit
luka lama dan mengungkap perbedaan -perbedaan umat Islam yang selama ini
bersitegang saling mencari kebenaran masing-masing, yang ternyata hari ini
sudah mereda terutama antara NU dan Muhammadiyah, keduanya telah bisa berjabat
tangan erat dan di fahami oleh warganya-warganya, bahwa perbedaan yang selama
ini mereka fanatiskan adalah sebagai rahmat yang sekarang ini bisa di mengerti.
Datangnya statemen pemurnIan Islam yang muncul hari ini cukup ramai di
perbincangan mayoritas umat Islam IndonesIa yang mengklaim wahabi adalah pembawanya dan ternyata bukanlah isapan jempol
belaka, fakta ini dapat kita rasakan dan buktikan dari fenomena yang hari ini
ada di sekitar keberagaman dan kegelisahan sebagaIan umat islam IndonesIa yang
merasa terdesak oleh sebuah praktek keagamaan yang di rasakan baru ada, selain
itu di sebuah desa yang warganya mulai gelisah menerima model pelaksanaan
ajaran Islam yang di bawa oleh salah satu tetangganya yang baru pulang jadi TKI
dari makkah dengan mempraktekan sar’I tidak seperti sebelumnya Ia berangkat
jadi TKI, yangKemudIan di tanggapi masyarakat di rasa mereka adalah hal baru
dalam Islam. tentu saja ini akan menambah nuansa keberagaman aliran-aliran
dalam Islam di IndonesIa yang di tanggapi dengan varIatif baik penolakan cuek,
ataupun sepakat denganya, dan selama penyampaIan ajaran keagamaan mereka tidak
memaksa dengan latar belakang fundamentalisnya, dan sekularitasnya maka tidak
masalah, akan tetapi akan ada efek tertentu dengan adanya hal baru tersebut
bagi INTERNAL mayoritas umat Islam
yang berdampingan erat dengan kultur dan kebudayaan yang kental dan tak mungkin
untuk bisa di pisahkan, dengar rasionalisasi bahwabangsa IndonesIa kodratnya di
lahirkan di tengah ragamnya suku dan adat yang kemudIan menerima islam tanpa
harus meninggalkan adatnya yang jelas-jelas berbeda dari kultur dan kebudayaan
lakhirnya islam yaitu Makkah.
Di sisi lain
problem EKSTERNAL yang di hadapi
umat Islam yaitu Seperti halnya kenyataan yang terjadi hari ini yaitu tantangan
dari luar di antaranya yang paling konkrit, klaim teroris yang serta merta di
tuduhkan kepada seluruh penganut umat Islam, selain itu juga karena alasan
tertentu muncul pemurtadan beberapa kelompok terhadap beberapa penganut agama
Islam.
Nah Untuk memahami alur yang akan di suguhkan, dan pembaca tidak keluar dari
maksud dan tujuan penulisan Novel ini, maka penulis, akan menjelaskanya dalam
tIap plot dengan batasan tertentu”
Yang
pertama”novel ini mengangkat tema besar perbedaan umat Islam, yang
Menempatkan dikotomi pemahan Islam yang sangat kompleks di negeri ini di
tanggapi dengan, tawasuth, tawazun juga tasammuh antar penganut aliran lainya,
yang di wujudkan dengan Mendudukan semuanya dengan tenang di sebuah payung
besar umat Islam yaitu SYAHADAT,
Dengan sepakat bahwa semua aliran tidak keluar dari nilai ajaran Al-Qur’an dan
hadist. dan menerima perbedaan yang ada baik kultur ataupun budaya yang
terlepas dari ajaran agama”yang
jelas-jelas tidak semua menyimpang dari ajaran Islam“.
Syahadat adalah ikrar setIap orang
yang akan mengaku dirinya sebagai muslim, Syahadat juga merupakan payung yang
memayungi seluruh pemahaman yang kompleks di dalamnya Payung Syahadat inilah yang merupakan simbolisasi yang mengikat
ikhwan muslim satu dengan lainya yang ketika di realisasikan akan mewujudkan
kekuatan besar yang mampu menjadi benteng kuat Islam dalam menghadapi
persaingan-persaingan, dan serangan-serangan dari luar yaitu semisal klaim terorisme,
dan pemurtadan yang semakin nyata dan mengikis kekuatan dalam internal dan
eksternal Islam . dan di sinilah kita akan menemukan jawaban atas problem
internalnya yaitu konflik perbedaan pendapat seperti yang di ungkap di atas
dengan membentuk satu visi”DI BAWAH
PAYUNG SYAHADAT ( MEMBUKA TABIR-TABIR CINTA )
Dalam sebuah buku yang berjul Al-Fathu
Ar-Rabbani”jalan hidup sang kekasih Allah”syekh Abdul Qodir al jaelani berkata”
Wahai pemuda engkau di ciptakan bukan untuk tinggal selamanya di dunIa dan
bersenang-senang di dalamnya, enkau juga harus lenerima dan menaati Allah
Azzawajalla dengan ikrar”Lailaha illa Allah Muhammadad Rosul Allah”
Tapi semua ini saja
belumcukup, kecuali engkau tambahklan lagi hal lain . Iman adalah (sinergi )
Ucapan
dan tindakan . ucapan syahadat saja tidak akan bermanfaat dan di terima JIKA KALIAN TETAP MELAKUKAN TINDAKAN
MAKSIAT DAN DURJANA, SERTA MENENTANG AL-HAQ ‘Azza wajalla, bahkan meninggalkan
sholat, puasa, sedekah dan amal-amal kebajikan . [5]
YANG KEDUA”Lakum dinukum waliyadin dan status kewarga negaraan yang di
naungi PANCASILA dengan bineka tunggal ika sebagai symbol damainya sebuah
bangsa tetaplah akan di pegang oleh umat muslim dalam rangka kerukunan umat
beragama, terlepas dari itu semua bahwa kita ( umat Islam ) perlu melihat
keluar bahwa banyak agama di luar Islam yang memfokuskan memperhatikan kondisi
lemahnya perekonomIan rakyat yang itu merupakan bukti respon mereka terhadap
situasi socIal kebangsaan, dan selayaknya patutlah di respon juga oleh umat
Islam dengan menunjukan diri setIap muslim seperti yang tuntuknkan nabi
Muhammad kepada umatnya yaitu nilai rahmatan lil alamin, dengan demikIan umat
Islam tidak menyibukan dirinya dalam konflik perbedaan (khilafIah syarIat yang
di ajarkan Muhammad Saw) dengan sesamanya yang tIada ujungnya karena semua
saling klaim dan mencari kebenaran masing-masing yang di anggapnya paling
benar.
Ketiga”Berangkat
dari problem besar itulah, penulis mencoba untuk menggambarkan dalam berntuk
cerita fiksi yang di dalamnya juga di tambahkan beberapapa ulasan yang
berdasarkan fakta yang tercakup didalamnya karakter-karakter penokohan yang
menggambaran perbedaan realis selama ini dalam lingkup problem internal dan
eksternal umat Islam. Selain itu juga memperlihatkan dampak socIalnya yang
begitu kentara sampai saat ini. Yang secara umum ketika semua agama di
IndonesIa di hadapkan pada problem besar kebangsaan ( korupsi, perpecahan suku, ras juga agama itu sendri, rusaknya mental
generasi dan jauh dari ruh agama) dan merupakan tanggung jawab semu`,
haruslah mampu menjawab dan membuktikanya dengan menyeleseikanya secara bersama
di bawah naungan ”bhineka tunggal ika
dan pancasila”serta di barengi rasa saling menghargai oleh masing-masing
agama dengan kesadaran bahwa kedamaIan sebuah bangsa adalah tanggung jawab
bersama dan seluruh rakyat IndonesIa .
Secara umum Dalam novel ini mencoba
menggait minat baca para pemuda-pemudi Islam khususnya dan pemuda-pemudi pada
umumnya Untuk menikmati karya fiksi sederhana ini untuk di ajak menyikapi
persoalan kebangsaan dan globalisasi yang sebenarnya nyata, yang selama ini
cukup halus membius, melenakan, dan menghipnotis mereka saat ini, dan membentuk
karakter individualis akibat sibuk dengan live stylenya yang telah lepas
kendali dari tuntunan agama dan budaya ketimuranya, dan di rasakan semakin jauh
dari ruh agama, yang mengajarkan nilai universal, kesalehan socIal, juga
ketaqwaan .
Dan Untuk menganalisa terhadap
kompleksnya persoalan yang di ungkap dalam novel ini, penulis memberikan
batasan secara khusus lebih
menonjolkan pada internal Islam dalam konteks pemahaman Al-Qur’an dan hadist
sebagai sumber ajaranya, sebagaimana penulis bertujuan secara khusus mengajak
umat Islam untuk lebih memaknai esensi ajaran dari pada perbedaanya.
[1] M. Yusuf Amin Nugroho, Ebook. fiqh
ihtilaf NU –MUHAMMADIYAH, hal2.
[2] http://filsafat. kompasIana.
com/2011/04/01/ironisme-agama-samawi-agama-ardhi/
[3] Dr. A. syafi’I Ma’arif. Muhammadiyah
dan NU” Reorientasi Wawasan KeIslaman . LPPI UMY, LKPSM NU …. 1993
[4] M. Yusuf Amin Nugroho, Ebook. fiqh
ihtilaf NU –MUHAMMADIYAH. hal
[5] Syekh Abdulul qodir al-jailani .
tarjamah AL-FATHU ARROBANI, WAL-FAIDHU AR-RAHMANI . diva press2010. hal181